ON AN EPILOGUE
What would you like to write at the end of the month that Sapardi loves the most? When the prayer line, is calculated as a logarithmic series. Then the raised hand becomes a calculation, asking for the amount of accuracy. Whereas behind all the worries, God is never silent to give an answer.
What to pair, on the album sheet at the end of the rainy season? When the faint silhouette of the past becomes an image, of the lanes and maze that lies ahead. While the memory track record, it's too hard to reach the point of recovery.
What is there to erase, from the end of a month filled with fortitude? If in the end, time is the redeemer of all thirst, which is too deep in doubt, because the shadow of my body never waits to go first.
What message will I convey to the rain, when my umbrella is not ready to shade? While those who are left on the streets, are the most distant longing, which will go to continue to meet You.
PADA SEBUAH EPILOG
Apa yang hendak ditulis, pada penghujung bulan yang paling dicintai Sapardi? Ketika barisan doa, dihitung sebagai deret logaritma. Lantas tengadah tangan jadi sebuah perhitungan, menagih jumlah ketepatan. Padahal di balik segala risau, Tuhan tak pernah diam memberi jawaban.
Apa yang hendak dipasangkan, pada lembar album di penghujung musim paling hujan? Tatkala samar siluet masa silam, jadi sebuah gambaran, dari lajur dan simpang siur yang ada di hadapan. Sementara rekam jejak ingatan, terlalu payah untuk menempuh titik sembuh.
Apa yang hendak dihapuskan, dari akhir sebuah bulan yang dipenuhi ketabahan? Jika pada akhirnya, waktu adalah penebus dari segala haus, yang terlampau tenggelam dalam bimbang, sebab bayang tubuhku, tak pernah menunggu untuk beranjak lebih dulu.
Apa pesan yang akan kusampaikan pada hujan, tatkala payungku belum siap meneduhkan? Sementara yang tertinggal pada kuyup jalanan, adalah rindu paling fardu, yang akan menuju untuk terus menemuiMu.