Cost Jakarta-Bandung Fast Train Equivalent Building 1,081 KM Toll Roads Sumatra

Cost Jakarta-Bandung Fast Train Equivalent Building 1,081 KM Toll Roads Sumatra

The governments of Indonesia and China have agreed on the cost overrun for the Jakarta Bandung Fast Train (KCJB) project. 

After a thorough audit, the Jakarta Bandung Fast Train project experienced a cost overrun of Rp. 1.2 billion US dollars or around Rp. 18.02 trillion. 

This figure is the result of an audit of each country which is then mutually agreed upon. Thus, the total cost of the project which has been ongoing since 2016 has now reached US$7.27 billion or the equivalent of Rp.108.14 trillion. 

The value after this swelling has actually even far exceeded the investment from Japan's proposal through JICA which offered the KCJB project as much as 6.2 billion US dollars with an interest of 0.1 percent. 

Equivalent to building a toll road thousands of Km
For information only, the KCJB project has received criticism since planning. The investment is considered too expensive with the route too short. This is also the reason many countries in the world are reluctant to develop bullet trains. 

Indonesia's closest neighbour, Singapore-Malaysia, also canceled their fast train project even though the construction had already been partially built. The reason, the costs that must be spent are considered a waste of the state budget. 

As an example of the large investment value of KCJB, funds of IDR 108.14 trillion were used to build a high-speed train with a track of only 142.3 kilometers that connects Halim and Gedebage. 

If this large amount of funds is used for other infrastructure such as toll roads, then IDR 108.14 trillion is equivalent to the investment cost for the construction of the 1,081-kilometer Trans Sumatra toll road. 

Assuming that the construction of the Trans Sumatra Toll Road requires Rp 100 billion per kilometer. For information only, the construction of toll roads in Sumatra ranges from Rp. 90 billion to Rp. 110 billion. The investment includes land acquisition. 

Quoted from the Presidential Secretariat's YouTube channel, Jokowi explained, to build the 2,900-kilometer Trans-Sumatera Toll Road from Lampung to Aceh, a lot of money was needed. 

"If you do the math, the cost per kilometer is Rp. 90 billion-Rp. 110 billion. What is the budget requirement? It's huge," said Jokowi. 

The Trans Sumatra toll road itself connects Lampung at the eastern end of Andalas and Aceh which is in the westernmost part of Indonesia. The two are more than 2,000 kilometers apart. 

China was chosen because of the offer without a state budget
Regardless of who is working on it, whether China or Japan, the Indonesian government initially stated that it would not accept any offers regarding the high-speed rail project if it still used state funds. 

Recently, President Jokowi's government has been determined to choose China. This is because the communist country offers financing for fast trains without a penny in the state budget, plus there is no guarantee from the government. 

"High-speed trains don't use the state budget. We hand over SOEs for business to business (B to B). The message I conveyed to the train is being counted again," Jokowi said as quoted from the Cabinet Secretariat's official website on September 3, 2015. 

The 2014-2016 Minister of Transportation, Iganasiun Jonan, also confirmed Jokowi's statement. Where the government rejected all offers, both from China and Japan, when using state money. 

"The point is this project (Jakarta-Bandung fast train) will be B to B without using the state budget. If B to B is handed over to BUMN or the private sector. So if you want to continue, please create your own business, prefer Japan or China," Jonan said at the time. 

Even though at first the government emphasized that the state would not provide any guarantees for the KCJB project, for example in the worst case scenario the project's costs would swell or become stalled as scrap metal. 

However, later on, President Jokowi's government finally corrected it, where now the government can participate in funding the KCJB project through the state budget to save it. 

READ MORE

Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Setara Bangun 1.081 Km Tol di Sumatera

Pemerintah Indonesia dan China telah menyepakati besaran pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).

Setelah dilakukan audit menyeluruh, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya sebesar Rp 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 18,02 triliun.

Angka tersebut merupakan hasil audit dari setiap negara yang kemudian disepakati bersama. Dengan demikian, biaya total proyek yang berlangsung sejak 2016 itu kini mencapai 7,27 miliar dollar AS atau setara Rp 108,14 triliun.

Nilai setelah pembengkakan ini sejatinya bahkan sudah jauh melampaui investasi dari proposal Jepang melalui JICA yang memberikan tawararan proyek KCJB sebesar 6,2 miliar dollar AS dengan bunga 0,1 persen.

Setara bangun jalan tol ribuan Km
Sebagai informasi saja, proyek KCJB sudah menulai kritik sejak perencanaan. Investasinya dinilai kelewat mahal dengan rute terlalu pendek, ini pula yang jadi alasan banyak negara di dunia enggan mengembangkan kereta peluru.

Negara tetangga terdekat Indonesia, Singapura-Malaysia juga membatalkan proyek kereta cepat mereka meski konstruksinya sudah terlanjur dibangun sebagian. Alasannya, biaya yang harus dikeluarkan dianggap memboroskan anggaran negara.

Sebagai perumpaan besarnya nilai investasi KCJB, dana Rp 108,14 triliun dipakai untuk pembangunan kereta cepat dengan lintasan hanya sepanjang 142,3 kilometer yang menghubungkan Halim dengan Gedebage.

Apabila dana sebesar itu dipakai untuk infrastruktur lain seperti jalan tol, maka Rp 108,14 triliun setara dengan biaya investasi pembangunan jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 1.081 kilometer.

Dengan asumsi pembangunan jalan Tol Trans Sumatera membutuhkan dana Rp 100 miliar per kilometernya. Sebagai informasi saja, pembangunan tol di Sumatera berkisar antara Rp 90 miliar sampai Rp 110 miliar. Investasi itu sudah termasuk untuk pembebasan lahan.

Dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi menjelaskan, untuk membangun Jalan Tol Trans-Sumatera dari Lampung hingga Aceh sepanjang 2.900 kilometer, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.

"Kalau dihitung-hitung biayanya per kilometer Rp 90 miliar-Rp 110 miliar. Kebutuhan anggarannya berapa? Gede sekali," kata Jokowi.

Tol Trans Sumatera sendiri menghubungkan Lampung di ujung Timur Andalas dan Aceh yang berada di paling Barat Indonesia. Keduanya terpaut jarak lebih dari 2.000 kilometer.

China dipilih karena tawaran tanpa APBN
Terlepas dari siapa pun yang menggarap, baik China maupun Jepang, pemerintah Indonesia pada awalnya menegaskan tidak akan menerima tawaran apa pun soal proyek kereta cepat apabila masih menggunakan uang negara.

Belakangan, pemerintahan Presiden Jokowi mantap memilih China. Ini lantaran negara komunis tersebut menawarkan pembiayaan kereta cepat tanpa APBN sepeser pun, plus tak ada jaminan dari pemerintah.

“Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business (B to B). Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi,” kata Jokowi dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet pada 3 September 2015.

Menteri Perhubungan 2014-2016, Iganasiun Jonan, juga menegaskan pernyataan Jokowi. Di mana pemerintah menolak semua tawaran, baik dari China maupun Jepang, apabila mengggunakan uang negara.

“Intinya proyek ini (kereta cepat Jakarta-Bandung) menjadi B to B tidak memakai APBN. Kalau B to B diserahkan ke BUMN atau swasta. Jadi kalau mau melanjutkan silahkan membuat bisnis sendiri, mau Jepang atau Tiongkok,” kata Jonan kala itu.

Meski pada awalnya pemerintah menegaskan kalau negara tidak akan memberikan jaminan apa pun pada proyek KCJB, misalnya dalam skenario terburuk proyek ini biayanya membengkak maupun mangkrak menjadi besi tua.

Namun belakangan di kemudian hari, pemerintahan Presiden Jokowi akhirnya meralatnya, di mana kini pemerintah bisa ikut mendanai proyek KCJB melalui APBN demi menyelematkannya.

Post a Comment

0 Comments