10 Most Cruel Dictator Leaders in the World

10 Most Cruel Dictator Leaders in the World

Pemimpin junta militer Myanmar Than Shwe. AP /David Longstreath
Pemimpin junta militer Myanmar Than Shwe. AP /David Longstreath

HOLIDAY NEWS - A dictator in the modern political system is someone who has absolute political power in a country or region. The term dictator originates from a Latin title in the Roman Republic that referred to a temporary judge who was given extraordinary powers to deal with state crises.  

However, according to Britannica, modern dictators resemble ancient tyrants more than ancient dictators. Dictators usually use violence to gain political power which is maintained through intimidation, terror, and the suppression of civil liberties. 

Dictators may also use propaganda techniques to maintain public support. So, who are the cruelest dictators in the world? 

List of the Most Cruel Dictators in the World

According to Business Insider, here are 10 brutal dictators who are rarely known: 

1. Francisco Solano Lopez

Paraguayan president and military leader Francisco Solano Lopez became a revered figure in the decades after his death. However, he was known to be tactless for provoking neighboring Brazil and Argentina to intervene in Uruguay's civil war in the 1860s. 

After the war ended, Lopez rejected the peace terms offered by the three countries. The result was a devastating conflict, in which many children were recruited into the army, the execution of hundreds of deputies (including his own deputies), and triggered huge territorial losses. 

By the time Lopez died in battle in 1870, Paraguay's population was estimated to have fallen from 525,000 to 221,000. Apart from that, there are only 29 thousand male residents aged over 15 years who still survive. 

2. Josef Tiso

A Catholic priest who led the fascist era in Slovakia, Josef Tiso was known for his harsh actions after the anti-fascist uprising in 1944. He facilitated the deportation of most of his country's Jews to Nazi concentration camps. 

At that time, the Jewish population in Slovakia was more than 88 thousand people. However, after the conflict ended, there were only around 5,000 people left. 

3. Sztojay Dome

Hungarian leader Miklos Horthy was once an ally of the Nazis and worked with Adolf Hitler's regime to restore control in his country as a result of World War I. Horthy began charting a course independent of the Nazis in 1944 and largely opposed the deportation of Jews, prompting the installation of Dome Sztojay as figurehead. 

During his six months as prime minister, Sztojay deported more than 440,000 Jews in Hungary to concentration camps. Ultimately, he was captured by United States troops after the war and executed in 1946. 

4. Ante Pavelic

Ante Pavelic began his career as a politician who opposed the centralization of the Kingdom of Yugoslavia. After self-declaration of kingship, Pavelic left his country in 1929 and organized an ultra-nationalist movement known as the Ustase. 

The Ustase was determined to establish an independent Croatia and assassinated King Alexander in 1944. After his forces took over Yugoslavia in 1941, Pavelic acted as head of the independent state of Croatia, which was essentially a puppet state of fascist Italy and Nazi Germany. Under his leadership, Orthodox Serbs, Jews, and Romani were persecuted. 

5. Khorloogiin Choibalsan

After meeting with Joseph Stalin, Khorloogiin Choibalsan became known for adopting the Soviet leader's policies and methods in Mongolia. He established a dictatorial system by arresting and killing members of the party, government, various social organizations besides military officers, and intellectuals starting in the 1930s. 

6. Le Duan

Le Duan was never Vietnam's official head of state, but was known as the dominant decision maker in his country's communist regime for more than 20 years. After the Vietnam War and North Korea's invasion of South Vietnam, Duan oversaw a mass anti-communist purge, imprisoning two million people and forcing more than 800,000 to leave the country. 

7. Michel Micombero

A 26-year-old Burundian defense minister at the time, Michel Micombero led a counter-coup in 1966 that gave him the post of prime minister. After assuming the position of prime minister, he abolished the monarchy system in his country and exiled the king who was only 19 years old. 

Micombero cultivated elites from his ethnic group, namely Tutsi, in the military and government, thereby fueling tensions with ethnic Hutu. In 1972, Micombero crushed the Hutu rebellion by ordering the mass murder of 150,000 to 300,000 people. 

8. Yahya Khan

Pakistani general and British Army veteran of World War II, Yahya Khan ordered his troops to crush the growing separatist movement in East Pakistan in 1971. Through Operation Searchlight, he targeted Bengali nationalists and intellectuals, resulting in a wave of 10 million refugees. 

During a high-level meeting in February 1971, Khan was recorded saying to “kill three of them too”, referring to the separatists. By the end of the year, hundreds of thousands of people had died and he was overthrown. 

9. Radovan Karadzic

The president of Republika Srpska, an ethnic republic in Serbia, Radovan Karadzic proclaimed himself from Bosnia. As president, he oversaw a campaign of ethnic cleansing against Bosnian Muslims that included the most severe human rights violations committed in Europe since World War II. 

Karadzic is believed to have killed more than 8,000 Bosnian Muslims in a three-day period in July 1995. In 2008, he was arrested in Serbia and sent to the International Tribunal for the Former Yugoslavia in The Hague, Netherlands. 

10. Than Shwe

The leader of the military junta in Myanmar, Than Shwe has been criticized by Western countries for human rights violations. He reportedly sent up to one million people to forced labor camps. 

Despite having stepped down in 2011, Shwe is believed to still wield considerable influence “behind the scenes”. Most recently, he supported his former enemy, Aung San Suu Kyi as Myanmar's future leader. 

10 Diktator Paling Kejam di Dunia

HOLIDAY NEWS - Diktator dalam sistem perpolitikan modern adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan politik absolut di suatu negara atau wilayah. Istilah diktator berasal dari gelar Latin di Republik Romawi yang merujuk pada hakim sementara yang diberi kuasa luar biasa untuk menangani krisis negara. 

Namun, menurut Britannica, diktator modern lebih menyerupai tiran kuno daripada diktator kuno. Diktator biasanya menggunakan kekerasan untuk mendapatkan kekuasaan politik yang dipertahankan melalui intimidasi, teror, dan penindasan kebebasan hak warga sipil. 

Diktator juga mungkin menggunakan teknik propaganda untuk mempertahankan dukungan publik. Lantas, siapa saja pemimpin diktator paling kejam di dunia? 

Daftar Diktator Paling Kejam di Dunia

Melansir Business Insider, berikut 10 diktator brutal yang jarang dikenal: 

1. Francisco Solano Lopez

Presiden dan pemimpin militer Paraguay, Francisco Solano Lopez menjadi salah satu tokoh yang dihormati selama beberapa dekade setelah kematiannya. Namun, dia dikenal tidak bijaksana karena memprovokasi negara tetangga, Brasil dan Argentina untuk ikut campur dalam perang saudara di Uruguay pada 1860-an. 

Setelah perang berakhir, Lopez menolak persyaratan perdamaian yang ditawarkan oleh tiga negara. Akibatnya, terjadi konflik yang menghancurkan, di mana banyak anak-anak yang direkrut menjadi tentara, eksekusi ratusan wakilnya (termasuk wakilnya sendiri), dan memicu kerugian teritorial yang besar. 

Pada saat Lopez tewas dalam pertempuran pada 1870, populasi Paraguay diperkirakan turun dari 525 ribu menjadi 221 ribu jiwa. Selain itu, hanya ada 29 ribu penduduk laki-laki berusia di atas 15 tahun yang masih bertahan. 

2. Josef Tiso

Seorang pendeta Katolik yang memimpin masa fasis di Slovakia, Josef Tiso dikenal dengan tindakannya yang keras setelah pemberontakan anti-fasis pada 1944. Dia memfasilitasi deportasi sebagian besar orang Yahudi di negaranya ke kamp konsentrasi Nazi. 

Saat itu, populasi Yahudi di Slovakia lebih dari 88 ribu jiwa. Namun, setelah konflik berakhir, hanya ada sekitar 5.000 orang yang tersisa. 

3. Dome Sztojay

Pemimpin Hungaria, Miklos Horthy pernah menjadi sekutu Nazi dan bekerja sama dengan rezim Adolf Hitler untuk memulihkan kendali di negaranya akibat Perang Dunia I. Horthy mulai memetakan jalur independen dari Nazi pada 1944 dan sebagian besar menolak deportasi orang Yahudi, sehingga memicu pelantikan Dome Sztojay sebagai pemimpin boneka.

Selama enam bulan menjabat sebagai perdana menteri, Sztojay telah mendeportasi lebih dari 440 ribu orang Yahudi di Hungaria ke kamp konsentrasi. Akhirnya, dia ditangkap oleh pasukan Amerika Serikat setelah perang dan dieksekusi pada 1946. 

4. Ante Pavelic

Ante Pavelic mengawali kariernya sebagai politisi yang menentang sentralisasi Kerajaan Yugoslavia. Setelah raja mendeklarasikan diri, Pavelic meninggalkan negaranya pada 1929 dan mengorganisasi gerakan ultra-nasionalis yang dikenal sebagai Ustase. 

Ustase bertekad mendirikan Kroasia yang merdeka dan membunuh Raja Alexander pada 1944. Setelah pasukannya mengambil alih Yugoslavia pada 1941, Pavelic bertindak sebagai kepala negara merdeka Kroasia, yang pada dasarnya merupakan negara boneka fasis Italia dan Nazi Jerman. Di bawah kepemimpinannya, orang-orang Serbia Ortodoks, Yahudi, dan Romani banyak yang dianiaya. 

5. Khorloogiin Choibalsan

Iklan

Setelah bertemu dengan Joseph Stalin, Khorloogiin Choibalsan dikenal karena mengadopsi kebijakan dan metode pemimpin Soviet di Mongolia. Dia membangun sistem diktator dengan menangkap dan membunuh para anggota partai, pemerintah, berbagai organisasi sosial selain perwira militer, dan kaum terpelajar mulai 1930-an. 

6. Le Duan

Le Duan tidak pernah menjadi kepala negara resmi Vietnam, tetapi dikenal sebagai pembuat keputusan yang dominan dalam rezim komunis di negaranya selama lebih dari 20 tahun. Setelah perang Vietnam dan invasi Korea Utara ke Vietnam Selatan, Duan mengawasi aksi pembersihan massa antikomunis dengan memenjarakan dua juta orang dan memaksa lebih dari 800 ribu orang untuk meninggalkan negara tersebut. 

7. Michel Micombero

Seorang menteri pertahanan Burundi berusia 26 tahun kala itu, Michel Micombero memimpin kudeta balasan pada 1966 yang memberinya jabatan perdana menteri. Setelah menduduki kursi perdana menteri, dia menghapuskan sistem monarki di negaranya dan mengasingkan raja yang baru berusia 19 tahun. 

Micombero membina elit dari etnisnya, yaitu Tutsi dalam militer dan pemerintahan, sehingga memicu ketegangan dengan etnis Hutu. Pada 1972, Micombero menumpas pemberontakan Hutu dengan memerintahkan pembunuhan massal terhadap 150 ribu hingga 300 ribu orang. 

8. Yahya Khan

Jenderal Pakistan dan veteran Angkatan Darat Inggris dalam Perang Dunia II, Yahya Khan memerintahkan pasukannya untuk menumpas gerakan separatis yang berkembang di Pakistan Timur pada 1971. Melalui Operasi Searchlight, dia menyasar kaum nasionalis dan intelektual Bengali, sehingga menghasilkan gelombang 10 juta pengungsi. 

Selama pertemuan tingkat tinggi pada Februari 1971, Khan terekam mengatakan untuk “membunuh tiga juga dari mereka”, yang merujuk pada kaum separatis. Pada akhir tahun, ratusan ribu orang tewas dan dia digulingkan. 

9. Radovan Karadzic

Presiden Republika Srpska, republik etnis di Serbia, yaitu Radovan Karadzic memproklamirkan diri dari Bosnia. Sebagai presiden, dia mengawasi kampanye pembersihan etnis terhadap Muslim Bosnia yang mencakup pelanggaran hak asasi manusia (HAM) paling parah yang dilakukan di Eropa sejak Perang Dunia II. 

Karadzic diyakini telah membunuh lebih dari 8.000 Muslim Bosnia dalam kurun waktu tiga hari pada Juli 1995. Pada 2008, dia ditangkap di Serbia dan dikirim ke Pengadilan Internasional untuk Negara Bekas Yugoslavia di Den Haag, Belanda. 

10. Than Shwe

Pemimpin junta militer di Myanmar, Than Shwe telah dikritik oleh negara-negara Barat karena pelanggaran HAM. Dia dilaporkan mengirim hingga satu juta orang ke kamp kerja paksa. 

Walaupun telah mengundurkan diri pada 2011, Shwe diyakini masih memilih pengaruh yang cukup besar “di balik layar”. Baru-baru ini, dia mendukung mantan musuhnya, Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin masa depan Myanmar.

Post a Comment