Sued by Search Engine Monopoly, Google Found Guilty
August 05, 2024
Sued by Search Engine Monopoly, Google Found Guilty
HOLIDAY NEWS - Google some time ago was accused of monopoly and maintaining the dominance of its search engine, namely Google Search.
This is done by paying Apple, Samsung, Mozilla, and others to make Google Search the default or default search engine on each vendor's devices.
After a trial process lasting 10 weeks or 2.5 months, Federal Judge Amit Mehta of the District Court of Columbia stated that Google was proven to have a monopoly on the search business.
“After carefully considering and weighing witness testimony and evidence, the court reached the following conclusion: Google is a monopolist, and has acted as a corporation to maintain its monopoly,” Mehta wrote in the 277-page ruling.
Mehta said the company's agreement to be the default search engine on devices and web browsers could hurt competition, making it harder for rivals to challenge Google's dominance.
Over more than a decade, the agreement allegedly "has given Google access to a scale that its competitors cannot match" Judge Mehta said.
Pay Apple, Samsung, et al for Google Search This is the verdict of a lawsuit filed by the US Department of Justice (DOJ) and a number of coalitions of US states in 2020.
Four years ago, the Justice Department and states sued in 2020 over Google's dominance in online search, which generates billions of dollars in profits annually.
According to the plaintiff (DOC), Google made deals worth billions of US dollars with browser developers and phone makers, such as Apple, Samsung, Mozilla and others.
The goal is to make Google Search the default search engine on browsers and mobile phones.
The US Department of Justice said, Google used to pay more than 10 billion US dollars (equivalent to Rp. 153.7 trillion) per year for the privilege.
This way, Google can secure its access to vast amounts of user data that helps maintain its dominance and grip on the market.
Meanwhile, according to Judge Mehta in his ruling, in 2021 alone, Google spent more than 26 billion US dollars to lock in these agreements, Mehta said in his ruling.
With these privileges, Google reportedly controls about 90 percent of the general search market share, far surpassing its closest competitor, Bing.
Threatened to sell part of Search business This ruling does not include compensation or punishment for Google's monopoly behavior.
Judge Mehta will decide on this matter in the future.
One potential penalty could be that Google is forced to change the way the company runs its Google Search business, or even sell part of its Google Search business.
Google's Response However, it's also unlikely that the punishment will be immediate to Google. Kent Walker, President of Global Affairs Google said that the company will appeal this ruling.
“This decision recognizes that Google offers the best search engine. However, it concluded that we were not allowed to make it easily available,” Walker said.
The appeals process could take up to five years, predicts George Hay, a law professor at Cornell University.
The lengthy process would allow Google to fend off the possibility of a judge banning default search agreements, Hay said, but it probably wouldn't protect the company from a class-action lawsuit citing the judge's finding that advertisers were cheated with monopoly prices.
This trial is said to be the largest antitrust trial in the US in the last 25 years, after the Microsoft browser antitrust trial (1990).
At that time, the Justice Department targeted the software maker in an antitrust lawsuit that accused it of abusing the dominance of its Windows operating system on personal computers to lock out competition.
Losing Lawsuit in US, Google Declared Monopoly!
Photo: Getty Images/400tmax
- A United States (US) federal judge ruled that Google had illegally monopolized the search market. This gave the government a landslide victory in its first major antitrust case against the tech giant in decades.
"After carefully considering and weighing witness testimony and evidence, the court reached the following conclusion: Google is a monopolist and has acted as a company to maintain its monopoly," said US District Judge Amit Mehta, quoted by CNN, Tuesday (6/8/2024).
The US District Court's decision is a harsh rebuke to Google's oldest and most important business. The company is said to have spent US$ 26 billion or Rp. 419.92 trillion (exchange rate Rp. 16,151) to make its search engine the default choice on mobile phones and web browsers, effectively preventing other competitors from succeeding in the market.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
The move has given him the scale to block would-be competitors such as Microsoft's Bing and DuckDuckGo, the US government alleges in a historic antitrust lawsuit filed since Donald Trump's administration.
Mehta said that powerful position has led to anti-competitive behavior that must stop. In particular, Google's exclusive deals with Apple and other key players in the mobile ecosystem have been called anti-competitive.
Google has also charged high prices in search advertising reflecting its monopoly power in search. This case is the largest technology antitrust case since the US government's antitrust dispute with Microsoft.
"This victory against Google is a historic victory for the American people," Attorney General Merrick Garland said in a statement.
Google has not responded to a request for comment. This case is different from the antitrust lawsuit filed by the Joe Biden administration against Google in 2023 regarding the company's advertising technology business. The case is expected to be heard in early September 2024.
Digugat Monopoli Mesin Pencari, Google Dinyatakan Bersalah
HOLIDAY NEWS -Google beberapa waktu lalu dituduh melakukan monopoli dan mempertahankan dominasi mesin pencarian (search engine) miliknya, yakni Google Search.
Caranya dengan membayar Apple, Samsung, Mozilla, dan lainnya untuk menjadikan Google Search sebagai mesin pencari secara default atau bawaan di perangkat masing-masing vendor.
“Setelah mempertimbangkan dan menimbang dengan saksama kesaksian dan bukti saksi, pengadilan mencapai kesimpulan berikut: Google adalah perusahaan monopoli, dan telah bertindak sebagai perusahaan untuk mempertahankan monopolinya," tulis Mehta dalam putusan setebal 277 halaman.
Mehta mengatakan bahwa perjanjian perusahaan untuk menjadi mesin pencari default pada perangkat dan peramban web dapat merugikan persaingan, sehingga mempersulit para pesaing untuk menantang dominasi Google.
Selama lebih dari satu dekade, perjanjian tersebut dinyatakan "telah memberi Google akses ke skala yang tidak dapat ditandingi oleh para pesaingnya" kata Hakim Mehta.
Bayar Apple, Samsung, dkk demi Google Search Ini merupakan putusan dari gugatan yang dilayangkan oleh Departemen Kehakiman (Department of Justice/DOJ) AS dan sejumlah koalisi negara bagian AS pada 2020.
Empat tahun silan, Departemen Kehakiman dan negara bagian menggugat pada tahun 2020 atas dominasi Google dalam pencarian daring, yang menghasilkan laba miliaran dolar setiap tahunnya.
Menurut penggugat (DOJ), Google membuat kesepakatan bernilai miliaran dollar AS bersama pengembang browser dan pembuat ponsel, seperti Apple, Samsung, Mozilla, dan lainnya.
Tujuannya untuk menjadikan Google Search sebagai mesin pencari default di browser dan ponsel.
Departemen Kehakiman AS mengatakan, Google biasa membayar lebih dari 10 miliar dollar AS (setara Rp 153,7 triliun) per tahun untuk hak istimewa tersebut.
Dengan begitu, Google bisa mengamankan aksesnya terhadap sejumlah besar data pengguna yang membantu mempertahankan dominasi dan cengkeramannya di pasar.
Sementara menurut hakin Mehta dalam putusannya, pada tahun 2021 saja, Google menghabiskan lebih dari 26 miliar dollar AS untuk mengunci perjanjian tersebut, kata Mehta dalam putusannya.
Dengan hak istimewa tersebut, Google dilaporkan menguasai sekitar 90 persen pangsa pasar pencarian umum, jauh melampaui pesaing terdekatnya, Bing.
Terancam jual sebagian bisnis Search Putusan ini belum mencakup kompensasi atau hukuman atas perilaku monopoli Google.
Hakim Mehta akan memutuskan hal tersebut dalam beberapa waktu ke depan.
Salah satu potensi hukuman yang mungkin terjadi adalah Google dipaksa mengubah cara perusahaan menjalankan bisnis Google Search, atau bahkan menjual sebagian bisnis Google Search.
Respons Google Namun, hukuman itu juga tampaknya tidak akan langsung diterima Google. Kent Walker, President of Global Affair Google mengatakan bahwa perusahaan akan mengajukan banding atas putusan ini.
“Keputusan ini mengakui bahwa Google menawarkan mesin pencari terbaik. Namun, menyimpulkan bahwa kami tidak diizinkan untuk membuatnya tersedia dengan mudah,” kata Walker.
Proses banding dapat memakan waktu hingga lima tahun, prediksi George Hay, seorang profesor hukum di Universitas Cornell.
Proses yang panjang itu akan memungkinkan Google untuk menangkis kemungkinan hakim melarang perjanjian pencarian default, kata Hay, tetapi mungkin tidak akan melindungi perusahaan dari gugatan class action yang mengutip temuan hakim bahwa pengiklan ditipu dengan harga monopoli.
Sidang ini disebut-sebut sebagai sidang antimonopoli terbesar di AS dalam 25 tahun terakhir, setelah sidang antimonopoli browser Microsoft (1990).
Ketika itu, Departemen Kehakiman menargetkan pembuat perangkat lunak tersebut dalam gugatan antimonopoli yang menuduhnya menyalahgunakan dominasi sistem operasi Windows-nya pada komputer pribadi untuk mengunci persaingan.
Kalah Dalam Gugatan di AS, Google Dinyatakan Monopoli!
Foto: Getty Images/400tmax
- Hakim federal Amerika Serikat (AS) memutuskan bahwa Google telah memonopoli pasar pencarian secara ilegal. Hal ini memberikan kemenangan telak bagi pemerintah dalam kasus antimonopoli besar pertamanya terhadap raksasa teknologi itu selama puluhan tahun.
"Setelah mempertimbangkan dan menimbang dengan saksama kesaksian dan bukti saksi, pengadilan mencapai kesimpulan berikut: Google adalah perusahaan monopoli dan telah bertindak sebagai perusahaan untuk mempertahankan monopolinya," kata Hakim Distrik AS Amit Mehta dikutip dari CNN, Selasa (6/8/2024).
Keputusan Pengadilan Distrik AS merupakan teguran keras terhadap bisnis tertua dan terpenting Google. Perusahaan disebut telah menghabiskan US$ 26 miliar atau Rp 419,92 triliun (kurs Rp 16.151) untuk menjadikan mesin pencarinya sebagai pilihan default di ponsel dan browser web secara efektif, menghalangi kompetitor lain untuk sukses di pasar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tindakan itu telah memberinya skala untuk memblokir calon pesaing seperti Bing milik Microsoft dan DuckDuckGo, Pemerintah AS menuduhnya dalam gugatan antimonopoli bersejarah yang diajukan sejak pemerintahan Donald Trump.
Mehta mengatakan posisi yang kuat itu telah menyebabkan perilaku anti persaingan yang harus dihentikan. Secara khusus, kesepakatan eksklusif Google dengan Apple dan pemain kunci lainnya dalam ekosistem seluler disebut bersifat anti persaingan.
Google juga telah mengenakan harga tinggi dalam iklan pencarian yang mencerminkan kekuatan monopolinya dalam pencarian. Kasus ini sebagai kasus antimonopoli teknologi terbesar sejak pertikaian antimonopoli pemerintah AS dengan Microsoft.
"Kemenangan melawan Google ini merupakan kemenangan bersejarah bagi rakyat Amerika," kata Jaksa Agung Merrick Garland dalam sebuah pernyataan.
Google belum menanggapi permintaan komentar. Kasus ini berbeda dari gugatan antimonopoli yang diajukan oleh pemerintahan Joe Biden terhadap Google pada 2023 terkait bisnis teknologi periklanan perusahaan tersebut. Kasus tersebut diperkirakan akan disidangkan pada awal September 2024.
0 Comments