YouTube is estimated to have more potential if it is separated from parent Google

YouTube is estimated to have more potential if it is separated from parent Google
HOLIDAY NEWS - Analysts say that YouTube has greater business potential if it is separated from its parent company, Alphabet Inc. 

This was revealed by analysts at asset management firm Needham & Co, namely Laura Martin and Dan Medina. 
Investors estimate the valuation of Alphabet Inc, the parent company of Google, YouTube and Android, at around 2.3 trillion US dollars (equivalent to IDR 37,225 trillion). 
If calculated more deeply, the valuation value of YouTube itself is estimated to reach 55 billion US dollars (around Rp. 7.3 trillion), according to estimates by Needham & Co. 

The figure is said to reflect an increase of more than 50 percent compared to the market capitalization of video streaming company Netflix Inc. 
This figure is only an estimate because YouTube is still owned by Alphabet Inc, not a separate company. 

Analysts assess YouTube's huge valuation as if it were trapped in Alphabet Inc's business octopus structure which encompasses many products. So, YouTube's potential seems difficult to see. 
"There is hidden value in YouTube that people cannot trade separately, so being trapped in the Google conglomerate has a lot of risks," said Martin, compiled from Yahoo Finance, as reported by Bloomberg. 

The risks mentioned include concerns about the development of artificial intelligence (AI), which is considered to threaten the Google Search search engine product. If Google Search is threatened, the value of Alphabet's shares could be negatively impacted as well. 
So, the falling value of Alphabet's shares will also have an impact on YouTube's valuation, which according to Martin is quite unfortunate. If YouTube is separated from Alphabet, this risk can be minimized. 

Furthermore, Martin estimates that if YouTube were separated from Alphabet (spin-off), its value could reach 50 percent above Alphabet's valuation. 
Specifically, Martin estimates that YouTube's partial spin-off could be 8 percent higher than Alphabet's current price of 190 US dollars (around Rp. 3 million). In fact, the price could reach 210 US dollars (around Rp. 3.4 million). 
Needham & Co. analyst is not the first party to realize the potential of YouTube. This is because Alphabet's sprawling corporate structure has long been criticized for obscuring the true value of its various subsidiaries. 

The threat of European antitrust regulators seeking to separate Alphabet's companies has been welcomed by investors rather than seen as a threat. Martin also thought so. 
"We believe that Alphabet is more valuable if its subsidiaries are separated. So, we welcome the regulator's efforts to break up the Alphabet company," said Martin. 

Regarding this, Quincy Krosby, Chief Global Strategist at LPL Financial, said there are several signs that Alphabet or another giant technology company (megacap), is considering obeying investors and separating in the near future. 

"A lot of companies when they start to get bigger, they start getting hedge funds, or they get accosted by activists demanding that they spin off the company," Krosby said. 

YouTube is dominant

YouTube has a dominant and growing share of the streaming market, as consumers shift to the platform from cable television. 
Advertising revenue from the streaming platform is estimated by Bloomberg to grow almost 17 percent to 37 billion US dollars (around Rp. 599.8 trillion) in 2024. 
In 2025, this figure is estimated to increase 14 percent to 42 billion US dollars (around Rp. 680.8 trillion). 

Read news without ads. Join Kompas.com+
Alphabet's revenue from subscriptions, platforms and devices, including YouTube Premium subscriptions, is also said to increase in the following years, as quoted by KompasTekno from Yahoo Finance, Friday (19/7/2024). 
At Netflix, revenue is expected to reach around 38.7 billion US dollars (around Rp. 627 trillion) in 2024, almost entirely from streaming, while YouTube accounts for around 10 percent of its parent's total sales. 
A recent survey of streaming platforms conducted by investment bank TD Cowen shows that while Netflix still dominates most television categories, YouTube is often not far behind. 

YouTube is also the main choice for watching content on mobile phones. 
Read news without ads. Join Kompas.com+
Artificial intelligence was the main force that lifted Alphabet's shares to recent record highs. 
In addition to AI, Goldman Sachs analysts led by Eric Sheridan said that YouTube's subscription, platform and device holding segments are key growth drivers and an increasing share of Alphabet's gross revenue. 
Goldman reiterated its buy rating on Alphabet and raised its price target from 195 US dollars (approximately IDR 3.1 million) to 211 US dollars (approximately IDR 3.4 million), partly due to assumed medium and long-term YouTube advertising revenue growth. higher. 
Research analyst from Janus Henderson Investors, Divyaunsh Divatia, said that there are other reasons why Alphabet should keep YouTube. 
The video sharing platform is said to be Alphabet's main pillar for implementing its generative AI strategy (Gen AI). 


YouTube Ditaksir Lebih Potensial Jika Dipisah dari Induk Google


Ilustrasi YouTube

HOLIDAY NEWS - Para analis menyebut YouTube memiliki potensi bisnis yang lebih besar apabila dipisah dari induk perusahaannya, Alphabet Inc.

Hal itu diungkap oleh analis di firma manajemen aset Needham & Co, yakni Laura Martin dan Dan Medina.

Para investor menaksir nilai valuasi Alphabet Inc, induk perusahaan Google, YouTube, dan Android, berkisar di angka senilai 2,3 triliun dollar AS (setara Rp 37.225 triliun).

Apabila dihitung lebih dalam, nilai valuasi YouTube sendiri ditaksir bisa mencapai 55 miliar dollar AS (sekitar Rp 7,3 triliun), menurut estimasi Needham & Co.

Angka itu disebut mencerminkan peningkatan lebih dari 50 persen, dibandingkan kapitalisasi pasar perusahaan streaming video Netflix Inc.

Angka tersebut hanya taksiran lantaran YouTube masih menginduk oleh Alphabet Inc, bukan perusahaan yang terpisah.

Para analis menilai valuasi YouTube yang sangat besar ini seolah-olah terjebak di dalam struktur gurita bisnis Alphabet Inc yang memayungi banyak produk. Sehingga, potensi YouTube seolah sulit dilirik.

"Ada nilai tersembunyi di YouTube yang tidak dapat diperdagangkan secara terpisah oleh orang-orang, sehingga terjebak di konglomerasi Google yang memiliki banyak risiko," kata Martin, dihimpun dari Yahoo Finance, yang melansir dari Bloomberg.

Adapun risiko yang disebutkan, termasuk kekhawatiran akan perkembangan kecerdasan buatan/artificial intelligence (AI) yang dinilai bisa mengancam produk mesin pencari Google Search. Apabila Google Search terancam, nilai saham Alphabet bisa berdampak negatif pula.

Nah, nilai saham Alphabet yang turun pun akan berdampak ke valuasi YouTube, yang menurut Martin hal itu cukup disayangkan. Apabila YouTube dipisah dar Alphabet, risiko tersebut bisa diminimalisasi.

Lebih lanjut, Martin mengestimasi apabila YouTube dipisah dari Alphabet (spin-off), nilainya bisa mencapai 50 persen di atas valuasi Alphabet.

Secara spesifik, Martin menaksir pemisahan sebagian (partial spin-off) YouTube bisa jadi lebih tinggi 8 persen dari harga sama Alphabet saat ini yang berada di angka 190 dollar AS (sekitar Rp 3 juta). Bahkan, hargnya bisa saja menyentuh angka 210 dollar AS (sekitar Rp 3,4 juta).

Analis Needham & Co. bukanlah pihak pertama yang menyadari potensi YouTube ini. Pasalnya, struktur perusahaan Alphabet yang luas telah lama dikritik karena mengaburkan nilai sebenarnya yang dimiliki berbagai anak perusahaannya.

Ancaman dari regulator antimonopoli Eropa yang ingin memisahkan berbagai perusahaan di Alphabet, telah disambut baik oleh para investor dan bukan dipandang sebagai ancaman. Martin pun juga berpikir demikian.

"Kami percaya bahwa Alphabet lebih bernilai jika anak perusahaannya dipisah. Jadi, kami menyambut baik upaya regulator untuk memecah perusahaan Alphabet," kata Martin.

Terkait itu, Quincy Krosby selaku Chief Global Strategist di LPL Financial mengatakan ada beberapa pertanda bahwa Alphabet atau perusahaan teknologi raksasa lainnya (megacap), sedang mempertimbangkan untuk menuruti investor dan melakukan pemisahan dalam waktu dekat.

"Banyak perusahaan yang ketika mulai tumbuh besar, mereka mulai mendapatkan dana lindung nilai (hedge fund), atau didatangi aktivis yang menuntut mereka untuk memisahkan perusahaan tersebut," kata Krosby.

YouTube dominan

YouTube memiliki pangsa pasar streaming yang dominan dan terus meningkat, karena konsumen beralih ke platform tersebut dari televisi kabel.

Pendapatan iklan dari platform streaming tersebut diperkirakan Bloomberg akan tumbuh hampir 17 persen menjadi 37 miliar dollar AS (sekitar Rp 599,8 triliun) pada tahun 2024.

Pada 2025, angka tersebut diperkirakan meningkat 14 persen menjadi 42 miliar dollar AS (sekitar Rp 680,8 triliun).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendapatan Alphabet dari langganan, platform, dan perangkat, termasuk langganan YouTube Premium, juga disebut akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya, sebagaimana dikutip KompasTekno dari Yahoo Finance, Jumat (19/7/2024).

Di Netflix, pendapatan diperkirakan mencapai sekitar 38,7 miliar dollar AS (sekitar Rp 627 triliun) pada tahun 2024, yang hampir seluruhnya berasal dari streaming, sedangkan YouTube menyumbang sekitar 10 persen dari total penjualan induknya.

Survei terbaru terhadap platform streaming yang dilakukan oleh bank investasi TD Cowen menunjukkan bahwa meskipun Netflix masih mendominasi sebagian besar kategori televisi, YouTube sering tidak jauh tertinggal.

YouTube juga menjadi pilihan utama untuk menonton konten di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecerdasan buatan menjadi kekuatan utama yang mengangkat saham Alphabet ke rekor tertinggi baru-baru ini.

Selain AI, analis Goldman Sachs yang dipimpin Eric Sheridan mengatakan bahwa segmen langganan, platform, dan perangkat yang memegang YouTube adalah pendorong pertumbuhan utama dan peningkatan porsi pendapatan kotor Alphabet.

Goldman menegaskan kembali peringkat belinya pada Alphabet dan menaikkan target harga dari 195 dollar AS (kira-kira Rp 3,1 juta) menjadi 211 dollar AS (sekitar Rp 3,4 juta), sebagian karena asumsi pertumbuhan pendapatan iklan YouTube jangka menengah dan panjang yang lebih tinggi.

Analis riset dari Janus Henderson Investors, Divyaunsh Divatia mengatakan bahwa ada alasan lain mengapa Alphabet harus mempertahankan YouTube.

Platform berbagi video itu disebut menjadi pilar utama Alphabet untuk menjalankan strategi AI generatif (Gen AI).


Post a Comment

0 Comments