Negaranya Bakal Tenggelam, Bingung Ngungsi Kemana ?
Negaranya Bakal Tenggelam, Pemerintah Tuvalu Belum Anjurkan Pengungsian Massal untuk Warganya
HOLIDAY NEWS – Tuvalu, sebuah negara pulau berbentuk cincin yang mengelilingi laguna (atol) di Pasifik selatan, diprediksi menjadi negara pertama yang akan tenggelam karena naiknya permukaan laut di dunia akibat perubahan iklim.
Berdasarkan skenario emisi global dengan asumsi bahwa emisi gas rumah kaca dunia terus meningkat pada tingkat saat ini dan mempertimbangkan infrastruktur Tuvalu yang ada, sebanyak 95 persen wilayah ibu kota Funafuti diperkirakan akan terendam banjir setiap hari pada akhir abad ini. Kota itu tidak akan dapat dihuni pada tahun 2050.
Hanya beberapa tahun yang lalu, menteri luar negeri Tuvalu saat itu Simon Kofe, berdiri di mimbar yang terendam air setinggi lutut di ujung utara Fongafale, dan menyampaikan pidato penuh semangat tentang dampak perubahan iklim terhadap negaranya dan dunia yang lebih luas.
“Kita tidak bisa menunggu pidato sementara permukaan laut di sekitar kita terus naik. Kita sedang tenggelam, tetapi semua orang juga demikian,” katanya dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP26) di Glasgow pada tahun 2022.
Dua tahun berlalu sejak pidato itu. Tuvalu masih hidup di ujung tanduk, berusaha untuk tetap bertahan dalam menghadapi kehancuran.
Air laut secara teratur mengalir deras ke rumah-rumah dan tempat usaha penduduk di pulau utama Fongafale yang panjangnya hanya 12 km.
Pemerintah Tuvalu telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk melindungi kedaulatan bangsa dan memastikan keberlangsungannya di masa mendatang, terlepas dari apa pun yang terjadi ke depan.
Pada bulan September tahun lalu, konstitusi negara tersebut diamendemen untuk menyatakan bahwa kenegaraan Tuvalu akan tetap abadi, terlepas dari apakah wilayah fisiknya hilang atau tidak.
Itu adalah langkah yang secara teoritis memperkuat eksistensi Tuvalu sebagai sebuah negara, tetapi memunculkan diskusi lain tentang skenario terburuk yaitu memindahkan seluruh negara ke tempat baru.
Namun untuk saat ini, pemerintah Tuvalu bersikeras bahwa relokasi tidak ada dalam agenda.
“Pemerintah kami terus bersikeras bahwa migrasi adalah hal yang pasti tidak boleh dilakukan. Namun, ini adalah masalah pilihan bagi rakyat kami. Rakyat memiliki kebebasan untuk pergi jika mereka bersedia,” kata Menteri Perubahan Iklim Tuvalu Maina Talia.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah akan membantu memfasilitasi proses dan jalur bagi warga Tuvalu untuk mempertimbangkan pilihan masa depan mereka, sambil memprioritaskan perlindungan rumah mereka.
“Peran kami sebagai pemerintah adalah memastikan Tuvalu tetap bertahan karena jika kami pindah ke belahan dunia lain, suatu hari nanti, anak-anak saya akan bertanya, di mana Tuvalu? Dari mana kami berasal? Dan Tuvalu telah lenyap dari muka bumi,” katanya.
Tuvalu saat ini menjalin kemitraan dengan Australia. Dengan perjanjian kemitraan keamanan tersebut, ratusan warga Tuvalu bisa pindah ke luar negeri setiap tahunnya.
Perjanjian Falepili Union disetujui pada bulan November 2023 antara kedua pemerintah masing-masing untuk memfasilitasi 280 visa jangka panjang setiap tahun bagi warga Tuvalu. Perjanjian ini memberi jalur mobilitas khusus bagi individu dan keluarga di Tuvalu untuk tinggal, bekerja, dan belajar di Australia.
“Untuk negara dengan jumlah penduduk sekitar 12.000 orang, ini adalah angka yang besar,” kata Paulson Panapa, Menteri Luar Negeri, Tenaga Kerja, dan Perdagangan Tuvalu.
“Ini adalah kesempatan penting bagi banyak orang. Ini sepenuhnya opsional. Terserah kepada masing-masing orang apakah mereka ingin pergi dan tinggal di Australia,” kata Panapa.
"Namun, saya rasa sebagai pemerintah, sudah menjadi tugas kita untuk menyediakan jalur agar warga kita dapat memulai hidup baru di Australia. Bukan berarti di sini tidak baik, tetapi kesempatan kerja memang sulit,” jelasnya.
Ia berharap kaum muda yang menempuh pendidikan di luar negeri dapat membantu Tuvalu berkembang lebih jauh di tahun-tahun mendatang.