Djoe Biden says the Indonesian capital must leave Java, why?
Photo: President Joe Biden meets with Indonesian President Joko Widodo in the Oval Office of the White House, Monday, November 13, 2023, in Washington. (AP/Andrew Harnik)
- The government's plan to move the Indonesian national capital (IKN) from Jakarta on the island of Java to the archipelago on the island of Kalimantan is increasingly in sight. Jakarta itself will be made an agglomeration regional province after relinquishing its position as a special capital city area.
This is contained in the draft Law (RUU) concerning the Special Region of Jakarta Province which has been agreed upon by council members as a bill proposed by the DPR's initiative.
Agglomeration areas are defined as urban areas in the context of regional planning that unite the management of several city and district areas with their parent city, even though they are different in terms of administration.
At least, there will be a center for national economic growth on a global scale. It brings together government management, industry, trade, integrated transportation, and in other strategic fields to improve the economy and national prosperity.
In article 51 paragraph 2 of the draft bill, for example, the agglomeration area includes not only Jakarta. But it also includes Bogor Regency, Tangerang Regency, Bekasi Regency, Cianjur Regency, Bogor City, Depok City, Tangerang City, South Tangerang City and Bekasi City.
So, why did the capital of the Republic of Indonesia have to be moved? Why do you have to go outside Java?
In fact, the President of the United States (US) Joe Biden mentioned this in 2021. He warned of a major threat that would hit Indonesia.
He said Jakarta would sink in the next 10 years. He said this when talking about climate change in a welcoming speech at the office of the US Director of National Intelligence at that time.
According to him, climate change is the biggest threat due to climate change which is currently haunting the whole world. Climate change is causing sea levels to rise and will cause thousands of people to lose their homes, livelihoods and lives.
"If, in fact, sea levels rise another two and a half feet, you will have millions of people migrating, fighting over fertile land," he said in the speech, as published by whitehouse.gov.
"What happens in Indonesia if the projections are correct that, in the next 10 years, they may have to move their capital because they will be underwater?" he added.
Biden's remarks are not without reason. The US Space Agency, NASA, said that increasing global temperatures and melting ice sheets mean that many coastal cities such as Jakarta are facing a greater risk of flooding and sea water overflows.
NASA said an average global sea rise of 3.3 mm per year and signs of rainstorms becoming more intense as the atmosphere warms, would make flooding "commonplace". Since the 1990s, major floods have occurred in Jakarta and the 2007 rainy season brought damage with 70% of the area submerged.
NASA also uploaded Landsat images showing the evolution of Jakarta in the last three decades. The clearing of forests and other vegetation with impermeable surfaces in inland areas along the Ciliwung and Cisadane rivers has reduced the amount of water that can be absorbed.
This causes overflows and flash floods. The Jakarta area's population more than doubled between 1990 and 2020, leading to more people crowding into high-risk flood plains.
This is then exacerbated by river channels and canals which are periodically narrowed or blocked by sediment and rubbish. So it is very susceptible to overflow.
Djoe Biden Bilang Ibu Kota RI Harus Keluar dari Jawa, Kenapa?
Foto: Presiden Joe Biden bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di Ruang Oval Gedung Putih, Senin, 13 November 2023, di Washington. (AP/Andrew Harnik)
- Rencana pemerintah memindahkan ibu kota negara (IKN) RI dari Jakarta di Pulau Jawa ke Nusantara di Pulau Kalimantan semakin di depan mata. Jakarta sendiri akan dijadikan sebagai provinsi kawasan aglomerasi setelah melepas kedudukannya sebagai daerah khusus ibu kota.
Hal tersebut termuat dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang telah disepakati oleh para anggota dewan sebagai RUU usul inisiatif DPR.
Kawasan aglomerasi didefinisikan sebagai kawasan perkotaan dalam konteks perencanaan wilayah yang menyatukan pengelolaan beberapa daerah kota dan kabupaten dengan kota induknya, sekalipun berbeda dari sisi administrasi.
Setidaknya, bakal ada pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global. Ini menyatukan kelola pemerintahan, industri, perdagangan, transportasi terpadu, dan di bidang strategis lainnya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional.
Dalam pasal 51 ayat 2 draf RUU itu misalnya kawasan aglomerasi mencakup tak hanya Jakarta. Tapi mencakup juga Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Lantas, mengapa ibu kota negara RI harus dipindah? Kenapa pula harus ke luar Jawa?
Sebenarnya hal ini pernah disinggung Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di tahun 2021. Ia mewanti-wanti ancaman besar bakal melanda Indonesia.
Ia menyebut Jakarta akan tenggelam dalam 10 tahun ke depan. Hal ini dikatakannya ketika berbicara soal perubahan iklim dalam pidato sambutan di kantor Direktur Intelijen Nasional AS kala itu.
Menurutnya perubahan iklim adalah ancaman terbesar akibat perubahan iklim yang saat ini sedang menghantui seluruh dunia. Perubahan iklim menyebabkan naiknya permukaan laut dan akan menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian dan kehidupan.
"Jika, pada kenyataannya, permukaan laut naik dua setengah kaki lagi, Anda akan memiliki jutaan orang yang bermigrasi, memperebutkan tanah yang subur," katanya dalam pidato itu sebagaimana dipublikasikan whitehouse.gov.
"Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?" tambahnya.
Ucapan Biden ini bukan tanpa alasan. Badan Antariksa AS, NASA ,mengatakan, meningkatnya suhu global dan lapisan es yang mencair membuat banyak kota di pesisir seperti Jakarta menghadapi resiko banjir dan juga luapan air laut yang semakin besar.
NASA mengatakan kenaikan laut global yang rata-rata sebesar 3,3 mm per tahun dan adanya tanda badai hujan makin intens saat atmosfer memanas, akan menjadikan banjir sebagai "hal biasa". Sejak tahun 1990-an bahkan banjir besar telah terjadi di Jakarta dan musim hujan 2007 membawa kerusakan dengan 70% wilayah terendam.
NASA juga mengunggah gambar landsat yang menunjukkan evolusi Jakarta dalam tiga dekade terakhir. Adanya pembabatan hutan dan vegetasi lain dengan permukaan kedap air di daerah pedalaman di sepanjang sungai Ciliwung dan Cisadane telah mengurangi jumlah air yang dapat diserap.
Ini menyebabkan adanya limpahan serta banjir bandang. Populasi wilayah Jakarta lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2020 telah membuat lebih banyak orang yang memadati dataran banjir dengan resiko tinggi.
Hal ini kemudian diperparah oleh saluran sungai dan kanal yang menyempit atau tersumbat secara berkala oleh sedimen dan sampah. Sehingga sangat rentan terhadap luapan.