Small Dragons from Kalimantan Still Baffle Scientists

Small Dragons from Kalimantan Still Baffle Scientists

Two earless monitor lizards (Lanthanotus borneensis) living in Kalimantan, Indonesia. Image: Getty Images/Reptiles4all

 -- Researchers don't really understand the life of earless monitor lizards in Kalimantan, Indonesia. The species is the only known member of the Lanthanotidae family on earth. This means that researchers have not found other species that are similar to them to date. 

The most recent common ancestor of lizards called little dragons is thought to have diverged in the Cretaceous period (145 million to 66 million years ago). Here is what his biodata is:
- Name: Earless monitor lizard (Lanthanotus borneensis)
- Place of residence: Kalimantan, near a river in the lowland rainforest

- Food: Earthworms, crabs and fish
- Why he's awesome: The earless monitor lizard is a dragon-like reptile so rare that it's been called the 'Holy Grail' (keystone species) of herpetology, the study of reptiles and amphibians. 
Earless monitor lizards grow to a length of 1.6 feet or 50 centimeters, with a slender body, small limbs and a tail that can be used to grasp things. Its head does not have external ears, so it is called an earless monitor lizard. The lower eyelid, which is closed when underwater, can be transparent. 
In 2014, the wildlife organization TRAFFIC said scientists still didn't know much about the mysterious lizard. But they believe the animal's adaptations are suited to an underground lifestyle. 

According to a 2013 article in the Herpetological Review, earless monitor lizards spend their days burrowing under plants and rocks on rocky riverbanks. They come out at night to search for food on land and in water. 
The dirt stuck to their scales is a camouflage system when they come out. It is thought they use their tails as anchors, wrapping them around rocks and roots to keep them from being swept away in floodwaters. They mate in water, with sessions lasting hours. 

According to Animal Diversity Web, the monitor lizard's unusual appearance led scientists to think they were the missing link between snakes and lizards. However, this was later denied. 
According to the Red List of Threatened Extinction Species, the earless monitor lizard is endemic to Borneo. They are threatened by deforestation and the trade in wild animals for pets. Source: Live Science


Naga Kecil dari Kalimantan Masih Membingungkan Para Ilmuwan

Dua biawak tanpa telinga (Lanthanotus borneensis) yang hidup di Kalimantan, Indonesia. Gambar: Getty Images/Reptiles4all

 -- Para peneliti belum terlalu memahami kehidupan biawak tanpa telinga di Kalimantan, Indonesia. Spesies itu adalah satu-satunya anggota keluarga Lanthanotidae yang diketahui di bumi. Artinya, para peneliti belum menemukan spesies lain yang mirip dengan mereka hingga saat ini. 

Nenek moyang terbaru dari kadal yang disebut naga kecil itu diperkirakan telah menyimpang pada periode Kapur (145 juta hingga 66 juta tahun yang lalu). Berikut adalah apa biodatanya:
- Nama: Kadal monitor tanpa telinga (Lanthanotus borneensis)
- Tempat tinggal: Kalimantan, dekat aliran sungai di hutan hujan dataran rendah 

- Makanan: Cacing tanah, kepiting, dan ikan  
- Mengapa dia luar biasa: Kadal monitor tanpa telinga adalah reptil mirip naga yang sangat langka sehingga dijuluki 'Cawan Suci' (species kunci) herpetologi, ilmu yang mempelajari reptil dan amfibi.
Kadal monitor tanpa telinga tumbuh hingga panjang 1,6 kaki atau 50 sentimeter, dengan tubuh ramping, anggota badan kecil, dan ekor yang bisa digunakan untuk menggenggam sesuatu. Kepalanya tidak memiliki telinga luar, sehingga disebut biawak tanpa telinga. Kelopak mata bagian bawah, yang tertutup saat berada di bawah air, bisa tembus cahaya.
Pada tahun 2014, organisasi satwa liar TRAFFIC menyatakan, para ilmuwan masih belum mengetahui banyak tentang kadal misterius itu. Namun mereka yakin adaptasi hewan tersebut sesuai dengan gaya hidup bawah tanah.

Menurut artikel di Herpetological Review tahun 2013, kadal monitor tanpa telinga menghabiskan hari-harinya dengan menggali di bawah tumbuhan dan bebatuan di tepi sungai berbatu. Mereka keluar pada malam hari untuk mencari makanan di darat dan di air.
Kotoran yang menempel pada sisiknya adalah sistem kamuflase ketika mereka keluar. Diperkirakan mereka menggunakan ekornya sebagai jangkar, membungkusnya di sekitar batu dan akar agar tidak tersapu banjir. Mereka kawin di air, dengan sesi yang berlangsung berjam-jam.

Menurut Animal Diversity Web, penampilan biawak yang tidak biasa itu membuat para ilmuwan mengira mereka adalah mata rantai yang hilang antara ular dan kadal. Namun hal itu kemudian dibantah.  
Menurut Daftar Merah Spesies Terancam Punah, biawak tanpa telinga adalah hewan endemik di Kalimantan. Mereka terancam oleh penggundulan hutan dan perdagangan hewan liar untuk peliharaan. Sumber: Live Science

Post a Comment

0 Comments