Polemik Suap Kabasarnas, Pengawasan Menhan dan Menko Polhukam Disorot
Dugaan suap yang menyeret Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya Henri Alfiandi dinilai memperlihatkan celah kelemahan pengawasan oleh pemerintah, terhadap perwira TNI yang diperbantukan di institusi serta kementerian/lembaga lain.
Selain itu, skandal itu dinilai menunjukkan kelemahan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam melakukan pengawasan terhadap anggota TNI yang diperbantukan di institusi di luar militer.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf yang tergabung ke dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
"Kami juga menilai korupsi di tubuh TNI juga diakibatkan oleh kegagalan Menhan (Menteri Pertahanan) dalam menjalankan Fungsi Pengawasan terhadap TNI yang jelas berada di bawahnya berdasarkan UU TNI yang dikuatkan Putusan MK No.9/PUU-IX/2011," kata Al Araf dalam keterangannya seperti dikutip pada Minggu (30/7/2023).
Menurut Al Araf, kegagalan pengawasan TNI juga patut dialamatkan kepada Menko Polhukam.
"Menko Polhukam yang gagal menjalankan fungsi pengawasan terhadap unsur organisasi yang berada di bawah lingkungan Kemenko Polhukam," ucap Al Araf.
Menurut dia, baik Prabowo dan Mahfud seharusnya memastikan penerapan akuntabilitas dan keterbukaan pada lembaga-lembaga yang diisi oleh perwira militer yang diperbantukan.
Al Araf menyampaikan, kasus itu harus dijadikan momentum untuk mengevaluasi proses pengadaan barang atau jasa lainnya dalam institusi militer, baik secara internal yaitu di TNI maupun lembaga eksternal lainnya, supaya transparan dan akuntabel sehingga tidak menimbulkan kerugian keuangan negara.
KPK sebelumnya sempat menyatakan Henri dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dalam dugaan suap sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.
Kasus itu terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Afri dan sejumlah pihak swasta pada 25 Juli 2023.
KPK juga sempat menyatakan mereka mengundang penyidik Puspom TNI dalam gelar perkara (ekspos) usai OTT.
Dalam ekspos itu disepakati penanganan Henri dan Afri diserahkan kepada Puspom TNI dan terdapat bukti yang cukup atas dugaan suap.
Akan tetapi, Puspom TNI menyatakan KPK melampaui prosedur karena Henri dan Afri adalah perwira aktif, dan yang bisa menetapkan status hukum keduanya adalah penyidik polisi militer.
KPK lantas meminta maaf dan menyatakan khilaf dengan menyatakan Henri dan Afri sebagai tersangka dan menyerahkan penanganan keduanya kepada Puspom TNI.
Saat ini KPK menetapkan 3 pihak swasta sebagai tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Ketiganya saat ini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
Henri dan Afri diduga menerima suap sampai Rp 88,3 miliar dari sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.