KPK Minta Maaf karena Kebobolan, Korupsi Terjadi di Lembaga Sendiri
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta maaf atas berbagai persoalan, mulai dari skandal dugaan pungutan liar (pungli), mark up anggaran, hingga pencabulan oleh pegawai KPK.
Permintaan maaf itu disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dimintai tanggapan terkait berbagai korupsi hingga asusila yang terjadi di KPK dalam kurun 2019-2023.
Ghufron mengaku pihaknya kebobolan sehingga peristiwa pidana dugaan korupsi itu justru terjadi di lembaga antikorupsi.
“Saya mungkin atas nama pimpinan, mungkin juga atas nama lembaga menegaskan bahwa KPK meminta maaf kepada masyarakat Indonesia bahwa ternyata KPK juga kebobolan,” kata Ghufron dalam diskusi "Badai di KPK, dari Korupsi, Pencabulan, hingga Perselingkuhan" di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/7/2023).
Ghufron mengatakan, pimpinan dan pegawai KPK bersepakat akan membangun sistem integritas kepegawaian secara institusional.
Pihaknya tidak menampik bahwa beberapa skandal memang terjadi di KPK, mulai dari dugaan korupsi di rumah tahanan (rutan), pencabulan, hingga penggelembungan anggaran.
Ia mengatakan, KPK akan menyelesaikan persoalan itu secara kelembagaan sesuai undang-undang yang berlaku.
“Itu komitmen kami,” ujar Ghufron.
Menurut dia, KPK memposisikan pihak eksternal yang terjerat korupsi maupun insan KPK yang melakukan korupsi sama di hadapan hukum.
Ia mengeklaim akan menangani kasus itu secara tegas.
Namun demikian, Ghufron tidak sepakat berbagai terpaan persoalan itu disebut sebagai badai, melainkan persoalan yang alami.
“Tadi seakan-akan badai bagi kami sebetulnya bukan badai, kami menganggap ini natural saja,” ujar Ghufron.
Sebelumnya, KPK menjadi sorotan karena salah satu pegawai rutan berinisial M melecehkan istri tahanan tersangka korupsi.
Dari kasus itu, terungkap adanya dugaan transaksi mencapai Rp 4 miliar di rutan KPK yang terindikasi suap, gratifikasi, hingga pemerasan terhadap para tahanan.
Selain itu, KPK juga disorot karena salah satu pegawai di bagian administrasi menggelembungkan perjalanan dinas.
Dalam setahun, ulah pegawai itu menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 550 juta.
Saat ini, kasus-kasus itu tengah diselidiki oleh KPK.