Translate
WHEN THEY FIRST "GRADUATE"

WHEN THEY FIRST "GRADUATE"

WHEN THEY FIRST "GRADUATE"





By: Ahmad Syahrin Thoriq

Among the examples of the salaful ummah is that they really appreciate and glorify their knowledge and teachers. 

And that form of appreciation is when their children complete a lesson, which we may think is very simple and much underestimated today, but they are so very grateful and manifest that gratitude by giving gifts to those who have guided them. their son's learning. 

It is mentioned in a history from the grandson of Imam Abu Hanifah Rahimahullah, whose name is Ismail bin Hammad that he narrates:

لما حذق أبي حمادٌ قراءة الفاتحة، أعطى أبو حنيفة المعلمَ خمس مائة درهم

"When my father, Hammad finished memorizing his al Fatihah with mutqin, my grandfather Abu Hanifah gave his tutor 500 dirhams (about 40 million rupiah)."[1]

Ibn Raqiq narrates:

God bless you فدفع إليه عشرين دينارا

"Al Qadhi Abdullah bin Ghanim has a son. When his son came home from his teacher's house, he asked what he had learned and memorized from the Qur'an. 

So the child answered by reciting surah al Fatihah with good reading. 

Because of his joy, the Qaqhi then sent a gift to his son's Koran teacher of 20 dinars (worth 80 million rupiah).”[2]

In another history, when receiving this gift, the teacher of his child refused because he felt it was inappropriate to receive such a big gift just for teaching al Fatihah. The teacher said:

ما أتيت من هذا، وإنما ظننت ظنا

"Is this what you gave me? don't make me feel unreasonable."

Then the Qadhi replied:

لم يحضرني غيرها يا معلم، أتدري ما علمته؟ علمته (الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ). لحرف واحد مما علمته خير من الدنيا وما فيها

"I'm just you giving that much, O teacher. And do you know what you have taught my son? 

You have taught surah al Fatihah which one letter from it that you have taught me is better than the world and everything in it!”[3]

Subhanallah, compare with most parents today, who are not very good at being grateful for the great blessings their children can master the knowledge taught by their teacher. In fact, not a few also underestimate and demean religious knowledge and experts. 

That may be one of the reasons why Allah ta'ala revoked the blessings of knowledge from some of them. Wal yadzubillah. 

___________
[1] Manaqib al Imam Abu Hanifah p. 18
[2] Al Mi'yar (8/246)
[3] Riyad an Nufus (1/218)
═══ ❁✿❁ ═══




KETIKA DAHULU MEREKA “WISUDA"


Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

 Diantara teladan dari para salaful ummah adalah mereka sangat menghargai dan mengaggungkan ilmu serta pengajarnya. 

Dan bentuk penghargaan itu adalah ketika anak-anak mereka menyelesaikan suatu pembelajaran, yang mungkin menurut kita hari ini hal yang sangat sederhana dan banyak disepelekan, tapi mereka begitu sangat bersyukur dan mewujudkan syukur itu dengan memberi hadiah kepada pihak yang telah membimbing pembelajaran anaknya.

Disebutkan sebuah riwayat dari cucu imam Abu Hanifah rahimahullah, yang bernama Ismail bin Hammad bahwa ia menceritakan :

لما حذق أبي حمادٌ قراءة الفاتحة، أعطى أبو حنيفة المعلمَ خمس مائة درهم

“Ketika ayahku, Hammad menyelesaikan hafalan al Fatihahnya dengan mutqin, kakekku Abu Hanifah memberikan kepada guru pembimbingnya 500 dirham ( sekitar 40 juta rupiah).”[1]

Ibnu Raqiq menceritakan :

عبد الله بن غانم القاضي كان له ابن، فجاء من عند معلمه فسأله عن سورته وحفظه، فقرأ عليه أم القرآن فأحسن في قراءته، فدفع إليه عشرين دينارا

“Al Qadhi Abdullah bin Ghanim mempunyai seorang anak laki-laki. Ketika anaknya tersebut pulang dari rumah gurunya, ia menanyakan apa yang tadi dipelajari dan yang telah dihafalkan dari al Qur’an. 

Maka sang anak menjawab dengan membacakan surah al Fatihah dengan bacaan yang bagus.

Karena gembiranya, sang Qaqhi lalu mengirimkan hadiah kepada guru ngaji anaknya tersebut sebesar 20 dinar ( senilai 80 juta rupiah).”[2]

Dalam riwayat lain, ketika menerima hadiah ini, guru dari anaknya tersebut menolak karena merasa tidak pantas untuk menerima hadiah sebesar itu hanya karena mengajarkan al Fatihah. Sang guru mengatakan :

ما أتيت من هذا، وإنما ظننت ظنا

“Apa ini yang engkau berikan ?  jangan membuatku berprasangka yang bukan-bukan.”

Maka sang Qadhi menjawab :

لم يحضرني غيرها يا معلم، أتدري ما علمته؟ علمته (الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ). لحرف واحد مما علمته خير من الدنيا وما فيها

“Aku hanyamu memberi segitu wahai guru. Dan tahukah engkau apa yang telah dirimu ajarkan kepada anakku ? 

Engkau telah mengajarkan surah al Fatihah yang mana satu huruf darinya yang telah engkau ajarkan, bagiku lebih baik dari pada dunia dan seisinya !”[3]

Subhanallah, bandingkan dengan kebanyakan para orang tua hari ini, yang sangat tak pandai bersyukur atas nikmat yang agung anaknya bisa menguasai ilmu yang diajarkan oleh gurunya.  Bahkan tak sedikit pula yang sikapnya meremehkan dan merendahkan ilmu agama dan ahlinya.

Itulah mungkin diantara sebab mengapa kemudian Allah ta'ala mencabut keberkahan ilmu dari sebagian mereka. Wal iyadzubillah.

___________
[1] Manaqib al Imam Abu Hanifah hal. 18
[2] Al Mi’yar (8/246)
[3] Riyadh an Nufus (1/218)
═══ ❁✿❁ ═══
 

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Next

نموذج الاتصال