PLN officers move meters, fines customers and residents threaten "class action"
Deputy Regent of Blitar Rachmat Santoso facilitated the opening of a complaint post for residents who feel aggrieved by fines from the State Electricity Company (PLN).
Since Monday it is claimed that the post which occupies a room at Wisma Moeradi, Blitar City, has been visited by dozens of Blitar Regency residents who were fined millions of rupiah by PLN for violations that were too trivial or they were not aware of.
"Yesterday dozens of people (complained to the Posko)," Rachmat said when confirmed via WhatsApp message, Wednesday (10/5/2023).
According to Rachmat, most of the fines imposed by PLN are for trivial problems commonly referred to as "shifting the meter" or moving a customer's power usage meter to another position in the same house.
"The problem is almost the same. They just slide the meter," he added.
In fact, said Rachmat, the case of moving the meter which resulted in a fine was actually carried out by the PLN officers themselves or at least those who have a working relationship with PLN.
"The one who shifted the PLN people too. We, the community, how dare. We're afraid of being electrocuted too," he explained.
Regarding the few cases of PLN fines for alleged theft of electricity, Rachmat assessed that PLN was too hasty in imposing sanctions without strong evidence.
Charges of electricity theft, he continued, were dropped by PLN on customers only on the basis of the existence of a hole in the cable or the protection of which was peeled off.
"When a rat criticizes a perforated cable, it's said to be stealing, isn't it," he said.
Weak evidence and the basis for imposing sanctions, he continued, was proven by PLN's move to free residents from millions of rupiah in fines.
"It's all proven. Why? In the end, PLN gave bleaching, zeroed out the fines," he said.
Regarding the alleged person who claimed to be a PLN officer who had shifted the electricity meter, according to Rachmat, this must be followed up and get a clear explanation from PLN.
Rachmat said that even though the PLN had stated that there were persons who claimed to be PLN officers, the legal process against PLN was still continuing.
The establishment of the Command Post, he said, was also intended to collect data and evidence that would be used to prosecute PLN both criminally and civilly.
"We'll see first. Will we report it to the police or will we sue it civilly, 'class action'," he concluded.
What are Class Actions?
Class action is a type of lawsuit in which a group of people who have similar claims against a particular party sue together in one legal process.
In a class action, one or several individuals acting as a representative (plaintiff) represent a larger group that is similarly affected and file a lawsuit on behalf of the entire group.
The purpose of class action is to facilitate the settlement of mass claims involving multiple individuals with similar claims in a single legal process.
In many cases, the amount of damages suffered by each individual individually may be too small to justify the expense and time required to file a separate lawsuit.
By pooling these claims in class action, these individuals can consolidate their resources and increase their chances of getting justice.
Typically, class action is applied in cases where there has been negligent, abusive, or unlawful acts by companies, financial institutions, manufacturers, or other entities that may cause harm to multiple individuals.
Examples of class action include consumer claims for defective products, suits for wrong business practices, employment discrimination, or environmental contamination.
In a class action, if the lawsuit is declared successful, the court can provide remedies to each member of the affected group, either in the form of financial compensation or termination of the unlawful practice.
It is important to note that each member of the affected group will usually have to take specific action to join the class action or to exclude themselves from the lawsuit if they do not wish to be bound by the outcome.
PLN response
Previously, the Kediri Customer Service Implementation Unit (UP3) State Electricity Company (PLN) gave an explanation regarding cases of power outages to customers' homes in the Blitar Regency, East Java.
PLN UP3 Kediri manager Leandra Agung confirmed that initially officers found violations at a customer's house in Kebonduren Village, Ponggok District, Blitar Regency.
The findings, said Agung, were obtained from the Control of Electricity Usage (P2TL) activities in the Regency and City of Blitar since early 2023.
"The customer admits that he previously submitted a request for a meter shift," Agung said in a written statement received by Kompas.com, Tuesday (9/5/2023).
However, he said, the shifting of the meter was then allegedly carried out by someone claiming to be a PLN person.
The person is suspected of being an irresponsible person. Agung added that during P2TL activities in the Regency and City of Blitar, his party found an increase in violations.
"Until the end of April 2023, there were quite a lot of P2TL findings, even compared to previous years it had increased by 103 percent," explained Agung.
Petugas PLN Geser Meteran, Pelanggan Kena Denda dan Warga Pun Ancam "Class Action"
Wakil Bupati Blitar Rachmat Santoso memfasilitasi pembukaan posko pengaduan untuk warga yang merasa dirugikan oleh sanksi denda dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Posko yang menempati ruang di Wisma Moeradi, Kota Blitar, itu sejak Senin diklaim telah didatangi puluhan warga Kabupaten Blitar yang dijatuhi denda jutaan rupiah oleh pihak PLN untuk pelanggaran yang terlalu sepele atau tidak mereka sadari.
"Kemarin sudah puluhan orang (mengadu ke Posko)," ujar Rachmat saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Rabu (10/5/2023).
Menurut Rachmat, kebanyakan sanksi denda dijatuhkan pihak PLN untuk masalah yang sepele yang biasa disebut dengan "geser meteran" atau memindahkan alat ukur penggunaan daya oleh pelanggan ke posisi lain di rumah yang sama.
"Masalahnya semua hampir sama. Mereka hanya geser meteran," tambahnya.
Bahkan, kata Rachmat, kasus geser meteran yang berbuntut sanksi denda tersebut sebenarnya dilakukan oleh petugas PLN sendiri atau setidaknya mereka yang memiliki hubungan kerja dengan PLN.
"Yang geser orang PLN juga. Kita, masyarakat, mana berani. Kan takut kesetrum juga," jelasnya.
Terkait adanya sedikit kasus sanski denda PLN dengan tuduhan melakukan pencurian listrik, Rachmat menilai pihak PLN terlalu gegabah menjatuhkan sanksi tanpa disertai bukti yang kuat.
Tuduhan pencurian listrik, lanjutnya, dijatuhkan PLN pada pelanggan hanya dengan dasar adanya kabel yang bolong atau terkelupas pelindungnya.
"Masa kabel bolong di-krikiti tikus itu dikatakan nyuri, kan enggak," kata dia.
Lemahnya bukti dan dasar pemberian sanksi, lanjutnya, terbukti dengan langkah PLN membebaskan warga dari sanksi denda jutaan rupiah.
"Terbukti semua. Kenapa? Akhirnya PLN memberikan pemutihan, mengenolkan denda-denda itu," ujarnya.
Terkait adanya dugaan oknum yang mengaku petugas PLN yang melakukan penggeseran meteran listrik, menurut Rachmat, hal itu harus ditindaklanjuti dan mendapatkan penjelasan yang gamblang dari PLN.
Rachmat mengatakan, meskipun pihak PLN telah menyebut adanya oknum yang mengaku petugas PLN namun proses hukum terhadap PLN tetap dilanjutkan.
Pembentukan Posko, kata dia, juga dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan bukti yang akan digunakan untuk melakukan penuntutan hukum terhadap PLN baik secara pidana atau pun perdata.
"Kita lihat dulu. Apakah nanti kita laporkan polisi atau kita gugat perdata, 'class action'," pungkasnya.
Apa itu Class Action?
Class action adalah jenis tuntutan hukum di mana sekelompok orang yang memiliki klaim serupa terhadap pihak tertentu menggugat secara bersama-sama dalam satu proses hukum.
Dalam sebuah class action, satu atau beberapa individu yang bertindak sebagai perwakilan (plaintiff) mewakili kelompok yang lebih besar yang terkena dampak serupa dan mengajukan gugatan atas nama seluruh kelompok tersebut.
Tujuan dari class action adalah untuk memudahkan penyelesaian klaim massa yang melibatkan banyak individu dengan klaim serupa dalam satu proses hukum tunggal.
Dalam banyak kasus, jumlah kerugian yang dialami oleh setiap individu secara individual mungkin terlalu kecil untuk membenarkan biaya dan waktu yang diperlukan untuk mengajukan gugatan secara terpisah.
Dengan menggabungkan klaim-klaim tersebut dalam class action, individu-individu tersebut dapat mengkonsolidasikan sumber daya mereka dan meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan keadilan.
Biasanya, class action diterapkan dalam kasus-kasus di mana terdapat tindakan kelalaian, penyalahgunaan, atau pelanggaran hukum oleh perusahaan, lembaga keuangan, produsen, atau entitas lain yang dapat menyebabkan kerugian terhadap banyak individu.
Contoh-contoh class action termasuk klaim konsumen terhadap produk cacat, tuntutan atas praktik bisnis yang salah, diskriminasi pekerjaan, atau kontaminasi lingkungan.
Dalam class action, jika gugatan tersebut dinyatakan berhasil, pengadilan dapat memberikan pemulihan kepada setiap anggota kelompok yang terkena dampak, baik dalam bentuk ganti rugi finansial atau penghentian praktik yang melanggar hukum.
Penting untuk dicatat bahwa setiap anggota kelompok yang terkena dampak biasanya harus mengambil tindakan khusus untuk bergabung dalam class action atau untuk mengecualikan diri dari gugatan jika mereka tidak ingin terikat oleh hasilnya.
Tanggapan PLN
Sebelumnya, Perusahaan Listrik Negara (PLN) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Kediri memberi penjelasan soal kasus pemutusan aliran listrik ke rumah pelanggan di wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Manajer PLN UP3 Kediri Leandra Agung membenarkan bahwa mulanya petugas menemukan pelanggaran di rumah pelanggan di Desa Kebonduren, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.
Temuan itu, kata Agung, didapatkan dari kegiatan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) di wilayah Kabupaten dan Kota Blitar sejak awal tahun 2023.
"Pelanggan mengakui bahwa sebelumnya mengajukan permintaan geser meter," kata Agung melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas .com, Selasa (9/5/2023).
Namun, kata dia, pergeseran meteran itu kemudian diduga dilakukan oleh seseorang yang mengaku sebagai orang PLN.
Orang tersebut diduga adalah oknum yang tidak bertanggung jawab. Agung menambahkan bahwa selama kegiatan P2TL di wilayah Kabupaten dan Kota Blitar pihaknya mendapati adanya peningkatan pelanggaran yang terjadi.
”Hingga akhir April 2023, temuan P2TL cukup banyak, bahkan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya meningkat hingga 103 persen," jelas Agung.
0 Comments