Jaksa yang Tahan Tangis Bacakan Tuntutan Bharada E Disindir Seniornya: Kenapa Tidak Mundur Saja?
"Masa membaca tuntutan kok jadi nangis. Itupun perlu pertanyaan. Kalau zaman dulu, periksa. Periksa itu jaksa-jaksa yang tidak profesional tadi," kata Djasman.
"Jadi jaksa-jaksa ini karena mendengarkan suara publik seperti ini, seharusnya dipanggil itu oleh Jampidum, 'kenapa kamu? Kamu? Kamu?'," sambung dia.
Sementara itu, Djasman mengakui bahwa di setiap tuntutan biasanya ada intervensi dari atasan.
Dia menyebut keputusan tuntutan hukuman terhadap seorang terdakwa kerap tidak hanya berdasarkan independensi jaksa yang bertugas saja, melainkan dari atasan-atasan di Kejagung.
Akan tetapi, Djasman mengingatkan bahwa jaksa yang bertugas di persidangan boleh mundur jika tuntutan yang disepakati tidak sesuai dengan hati nuraninya.
"Di dalam dong dia ngomong, 'maaf saya berbeda pendapat. Saya mundur'. Loh kenapa tidak ngomong saja mundur, 'saya enggak sanggup menyidangkan ini kalau begini', kalau misalnya dia diintervensi," imbuh Djasman.
Dilansir dari Kompas TV, dalam sidang tuntutan terhadap terdakwa Richard Eliezer, sikap JPU menjadi sorotan publik.
Jaksa Paris Manalu, sempat terdiam mengatur napas sebelum mengucap kalimat tuntutan untuk terdakwa Richard Eliezer.
Di saat bersamaan, Jaksa Sugeng Hariadi terlihat menguatkan Jaksa Paris Manalu dengan menepuk punggung Paris Manalu sambil membuang pandang.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan perintah agar tetap ditahan dipotong masa penangkapan,” ucap Jaksa Paris Manalu.
Kalimat 12 tahun yang terdengar, seketika memicu riuh ruang sidang, pengunjung dan pendukungan Terdakwa Richard Eliezer histeris.
0 Comments