Bule Kaget Lihat Langsung Pulau Berlapis Emas di RI, Dikira Fiksi
HOLIDAY NEWS - Ratusan tahun lalu masyarakat Eropa dicekoki cerita pulau berlapis emas yang berada di salah satu muka bumi. Mereka hanya bisa mendengar dari orang-orang bahwa siapapun yang datang ke pulau emas niscaya bakal makmur.
Sayang, akibat tak bisa melakukan pencarian, mereka lantas meyakini semua cerita itu hanya fiksi belaka. Apalagi, mereka juga tak bisa memiliki emas secara mudah karena harga yang mahal. Alhasil, emas jadi barang imajinasi saja.
Namun, sekitar abad ke-15, saat manusia sudah memiliki kemampuan berlayar, mereka lantas mengetahui bahwa cerita pulau emas bukan fiksi semata, tapi benar-benar ada. Nama pulau itu adalah Sumatera.
Semua bule dari Eropa yang datang ke Sumatera menunjukkan satu respon sama, yakni kaget dan tercengang. Pasalnya, mereka yang selama ini yakin pulau emas hanya fiksi semata akhirnya menyaksikan langsung dengan mata kepala sendiri.
Salah satu cerita datang dari pejabat Inggris, Thomas Stanford Raffles, saat berkunjung ke Minangkabau pada Juli 1818.
Sejarawan Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga, 1450-1680 (1992) menceritakan, Minangkabau merupakan daerah yang paling kaya akan emas di Asia Tenggara. Di sana terdapat banyak tambang emas yang seluruh hasilnya diekspor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Asia Tenggara.
Fakta ini kemudian membuat Raffles datang langsung ke Minangkabau dan langsung tercengang atas banyaknya emas yang dia lihat. Dalam Memoir of the Life and Public Services of Sir Thomas Stamford Raffles (1830), dia bercerita bahwa saat melintasi perbukitan dari Simawang ke Pagaruyung terdapat bukit-bukit yang mengandung emas.
Emas tersebut kemudian ditambang dengan sangat mudah oleh banyak orang untuk diperjualbelikan. Ada kalanya juga emas tersebut menghalangi langkah Raffles. Saking melimpah.
"Tetapi, untuk melanjutkan perjalanan kami [...] berbagai jenis bijih besi dan emas menghalangi langkah kami. Tapi, tak lama kemudian kami sampai di tambang emas," tulis Raffles.
Tak hanya soal tanah berlapis emas, Raffles juga menceritakan pengalamannya melihat sungai emas yang berada di kawasan Simawang. Hanya saja, cerita Raffles terkait sungai emas itu tak diketahui lagi fiksi atau tidak. Namun, kesaksian tersebut mendorong para geolog melakukan penambangan emas di tanah Minangkabau berdasarkan ilmu pengetahuan modern.
Respon kaget tak hanya dialami oleh Raffles, berbagai penjelajah Eropa lain juga memiliki reaksi serupa. Apalagi saat menyaksikan langsung gaya hidup para penduduknya yang berbanding terbalik dengan orang Eropa.
Biasanya di Eropa, hanya orang super kaya saja yang bisa memakai emas. Namun, di Asia Tenggara, khususnya kawasan Indonesia sekarang, emas dipakai oleh banyak orang tanpa terkecuali.
"Orang Eropa seringkali tercengang melihat cara orang Asia Tenggara menampilkan diri mereka dengan emas seharga ratusan dollar di tubuhnya," tulis sejarawan Anthony Reid.
Penjelajah Francis Drake, misalkan, saat datang ke Nusantara pada 1580 dia takjub saat melihat Sultan Ternate memakai pakaian dengan perhiasan-perhiasan dari emas murni. Atau saat menemui Sultan Johor yang memakai tiga buah rantai emas di leher dan gelang emas di lengan.
Sementara penjelajah Eropa Tome Pires dalam Suma Oriental (1944) juga berkata demikian. Saat mengunjungi Jawa tahun 1513 dia melihat raja Jawa yang sangat kaya. Penampilannya dari atas ke bawah full menggunakan emas. Bahkan, para pengawal dan anjing peliharaan juga memakai kalung dan gelang emas. Ini juga terjadi pada rakyat jelata.
Saking tingginya kebutuhan emas, muncul profesi baru, yakni tukang pandai emas atau orang yang mengolah emas menjadi berbagai bentuk. Anthony Reid menceritakan, profesi ini muncul di banyak ibu kota kerajaan untuk memenuhi kebutuhan emas masyarakat.
Pada akhirnya, rasa kaget para bule menjadi bukti bahwa mereka tak benar-benar superior. Di belahan bumi lain, terdapat wilayah dan masyarakat yang sangat maju dan kaya dengan memiliki banyak emas. Dari sini, mereka kemudian mendorong terjadinya eksplorasi dan eksploitasi emas besar-besaran. Terbukti di masa penjajahan, emas jadi sumber cuan potensial selain rempah-rempah.