A POOR MORNING AND BABY BIRD

A POOR MORNING AND BABY BIRD


The morning wind is an invisible hand, which blows through the old trees in the yard, the leaves rustling and shivering gently stroked his fingers. In the sky the clouds hung right under the scorching sun that was still running slowly. I heard something fall from a tree, a chick slipped from its nest. 

"Come on up, darling, try to fly on your wings wet with the morning dew."

The chirping of a bird on a branch seemed to be shouting this. Maybe she's the mother of this poor chick. 

But the wings are not perfect. The soft hairs still filled his body. I grabbed it, bruised my skin from its little paddling claws. 

My palms must be warmer than the morning air. He was jumping up and down with his eyes closed. Then close the wings and stomach just like that. I'm now touched gently body. 

There was a warmth inside of him, like a begging to be protected. His dream must be a comfortable nest and a mother who gives him grain to ward off hunger. On the upper branches of a lush tree, amidst the gentle howling of the wind, are the mother and her siblings waiting. 

"Come on, honey. Fly up. Your mother, father and siblings are waiting.”

It feels like this is what a mother bird is chirping on a branch. 

"Let's play in this cool dew, stay wet and clean from dust."

This time the screech sounded louder. 

Amidst the roar of the morning breeze that hits the wet leaves, I listen carefully, there is a melody that is so beautiful, reassuring to the soul. Dissolve the imagination dancing in the ecstasy of nature's peace. Even though it felt rushed, because of the cool morning there were only a few moments left. 

I took him to his nest. Instantly all the screams were replaced by soft squeaks. The chick's eyes glowed at me. Jumping on the nest with joy. 

“In the future, leave this nest of yours, fly away to the farthest place, then even further, farthest to see the vastness of the world. Travel is the joy that is sought, towards a new place for shelter and shelter. Be happy and multiply all your years." A little advice for him before I withdrew from him. 

- Mahesa Jenar


SEBUAH PAGI DAN ANAK BURUNG YANG MALANG

Angin pagi adalah tangan yang tak kasat mata, yang berembus melalui pepohonan tua di halaman rumah, daun-daunnya gemerisik menggigil diusap lembut jari-jarinya. Di langit awan menggantung tepat di bawah matahari yang teriknya masih lambat berlari. Aku mendengar sesuatu yang jatuh dari pohon, seekor anak burung terpeleset dari sarangnya.

“Ayo naik, Sayang, cobalah terbang dengan sayapmu yang basah karena embun pagi.”

Cericit seekor burung di atas dahan sepertinya meneriakkan ini. Mungkin ia ibu dari anak burung yang malang ini.

Tapi sayapnya belumlah sempurna. Bulu-bulu lembut masih memenuhi tubuhnya. Aku meraihnya, memar kulitku karena cakar kecilnya yang mengayuh. 

Telapak tanganku pastilah lebih hangat dari udara pagi. Ia melompat-lompat dengan memejam mata. Kemudian merapatkan sayap dan tengkurap begitu saja. Aku yang sekarang tersentuh lembut tubuhnya. 

Ada kehangatan dari dalam dirinya, seperti memohon untuk dilindungi. Impiannya pastilah sarang yang nyaman dan induk yang memberinya biji-bijian untuk mengusir rasa lapar. Di dahan atas pohon yang rimbun, di tengah deru angin yang lembut, ada induk dan saudara-saudaranya yang menunggu.

“Naiklah, Sayang. Terbanglah ke atas. Ibu, ayah dan saudara-saudaramu menunggu.”

Rasanya ini yang dicericitkan seekor ibu burung di atas dahan.

“Mari kita bermain di tengah embun sejuk ini, tetap basah dan bersih dari debu.”

Sekali ini cericitnya terdengar lebih keras.

Di tengah riuhnya angin pagi yang menerpa daun-daun yang basah, aku mendengar dengan seksama, ada melodi yang begitu indah, menentramkan jiwa. Larutkan imajinasi yang menari dalam ekstasi kedamaian alam. Meski terasa tergesa, karena sejuknya pagi hanya tersisa beberapa saat lagi.

Aku membawanya ke sarangnya. Seketika segala jerit cericit berganti cericit yang lembut. Mata anak burung itu berpijar menatapku. Melompat-lompat di sarangnya dengan girang.

“Kelak, tinggalkan sarangmu ini, terbanglah jauh ke tempat terjauh, lalu lebih jauh lagi, yang paling jauh untuk melihat luasnya dunia. Perjalanan adalah kegembiraan yang dicari, menuju tempat baru untuk berteduh dan berlindung. Bahagia dan beranak pinaklah di sepanjang usiamu.” Nasihat kecil untuknya sebelum aku undur diri darinya.

- Mahesa Jenar

Post a Comment

0 Comments