HIGH TARAWIH PRAYERS

HIGH TARAWIH PRAYERS



What do you think about the video of the practice of speeding Tarawih prayers which is currently being talked about? 

Answer
By: Ahmad Syahrin Thoriq
Actually, even without knowing the evidence, we can already feel the damage to the practice of prayer by speeding like that. Very unnatural and far from being a form of worship and servitude to God. 

It's even more like a playful action, making it up and as long as it looks different, then it's given a legal defense: this is a tradition that has been passed down from generation to generation. 

Surprisingly, there are still people who try to defend it by looking for arguments to justify this super fast prayer activity, aka reckless. 
Among them by saying that tuma'ninah in prayer differs in legal opinion by the scholars, aka there are indeed those who make it obligatory but some who don't. 

And humility 'and even then the law is only a sunnah, not an obligation. This means that when a person prays he is not tuma'ninah and not humble, that does not mean it is definitely not valid. In other words: it could be legal. 

This is where the stripes are. Let's just say that it's okay to pray not Tuma'ninah and can't be special', but the problem is, the practice of speeding prayers is not only not tuma'ninah and not humble', but very not tuma'nihah and really can't be used humbly' . 

Because what tuma'ninah means is to perform prayer movements such as bowing and prostrating quietly, completing the tasbih reading when the limbs are in place (not moving).[1] And at least that Tuma'ninah is calm limbs.[2]

Likewise, the recitation of the Qur'an in the shahat is not only inconsistent with the makhraj and the Tajwid, but the pronunciation is messy. The motion of prostration is like just swinging. 

Al Imam An-Nawawi Rahimahullah said: "For people who can already read the Qur'an it is forbidden to read the Qur'an with Lahn, that is, it is too long to read it too short so that there are some letters that should be read long instead of being read short. 

Or he throws out vowels in some of his words which damage the meaning, for those who read the Qur'an in this way it is unlawful and those who do it are punished as fasiq. 

As for those who hear it, it is also a sin if he is able to remind or stop it, but prefers to remain silent and follow it.”[3]

Among the arguments for the prohibition of 'speeding' in prayer
Hadith from Hudzifah radhiyallahu 'anhu that she once saw someone who did not perfect bowing and prostrating when praying, and too fast. 

After finishing, Hudzaifah reprimanded, "How long have you been praying like this?" This person replied: "40 years." Hudzaifah said: "You don't count your prayers for 40 years." (because the prayer was canceled). 
Hudzaifah continued:

Amen
"If you die and your prayer model is still like this, then you are not dying on the fitrah (teachings) of Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam." (Narrated by Ahmad). 

The conclusion is that the prayers as asked about are not valid according to the majority of the four madzhab scholars and should not be allowed to be in the name of tradition. Tradition who? Is it possible that righteous people left such strange customs and legacies? 

Hopefully errors like this are not maintained and become a tradition, good traditions do need to be maintained, while those that are clearly wrong must be replaced with correct or better ones. 
Wallahu a'lam. 


SHOLAT TARAWIH NGEBUT


Bagaimana pendapat ustadz tentang video praktek shalat Terawih ngebut yang ramai dibicarakan saat ini ?
Jawaban

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Sebenarnya tanpa tahu dalil sekalipun, kita sudah bisa merasakan rusaknya praktek shalat dengan cara kebut-kebutan seperti itu. Sangat tidak wajar dan sama sekali jauh dari bentuk ibadah dan penghambaan kepada Tuhan.

Bahkan lebih mirip aksi main-main, mengada-ada dan asal tampil beda, lalu diberi legalitas pembelaan : ini tradisi yang sudah turun temurun.
Anehnya, masih ada saja oknum yang mencoba membela dengan mencari dalil pembenaran aktivitas shalat super kilat alias ugal-ugalan ini.
Diantaranya dengan mengatakan bahwa tuma’ninah dalam shalat itu diperbeda pendapatkan hukumnya oleh para ulama, alias memang ada yang mewajibkan tapi ada juga yang tidak.

Dan khusyu’ itupun hukumnya cuma sunnah bukan kewajiban. Artinya seseorang ketika mengerjakan shalat dia tidak tuma’ninah dan tidak khusyu’ itu tidak berarti pasti tidak sah. Kata lainnya : bisa saja sah. Disinilah belangnya. Katakan saja memang tidak apa-apa shalat tidak Tuma’ninah dan tidak bisa khusu’, tapi masalahnya, praktek shalat ngebut tersebut bukan cuma sekedar tidak tuma’ninah dan tidak khusyu’, tapi sangat tidak tuma’nihah dan sangat tidak bisa dipakai khusyu’.

Karena yang dimaksud tuma’ninah itu adalah melakukan gerakan shalat semisal ruku’ dan sujud dengan tenang, tertunaikannya bacaan tasbih dalam keadaan anggota badan telah berada ditempatnya (tidak dalam keadan bergerak).[1] Dan sekurang-kurangnya Tuma’ninah itu adalah tenangnya anggota badan.[2]
Demikian juga bacaan al Qur’an dalam shahat tersebut bukan hanya tidak pas makhraj dan Tajwidnya, tapi berantakan pelafadzannya. Gerakan sujud yang seperti diayun-ayunkan saja.

Al Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Bagi orang yang sudah bisa membaca al Qur’an haram membaca Al-Qur’an dengan Lahn yaitu terlalu panjang dalam membacanya terlalu pendek sehingga ada sebagian huruf yang mestinya dibaca panjang malah dibaca pendek.

Atau dia membuang harakat pada sebagian lafadznya yang membuat rusak maknanya, bagi yang membaca Al-Qur’an dengan cara demikian adalah haram dan pelakunya dihukumi fasiq.
Sedangkan bagi yang mendengarnya juga berdosa jika ia mampu mengingatkan atau menghentikannya akan tetapi lebih memilih diam dan mengikutinya”.[3]

Diantara dalil larangan ‘ngebut’ dalam shalat
Hadis dari Hudzifah radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujud ketika shalat, dan terlalu cepat.

Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama anda shalat semacam ini?” Orang ini menjawab: “40 tahun.” Hudzaifah mengatakan: “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun.” (karena shalatnya batal).
Lanjut Hudzaifah :

وَلَوْ مِتَّ وَأَنْتَ تُصَلِّي هَذِهِ الصَّلَاةَ لَمِتَّ عَلَى غَيْرِ فِطْرَةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Ahmad).
Kesimpulannya bahwa shalat seperti yang ditanyakan tidak sah menurut mayoritas ulama madzhab yang empat dan tak sepatutnya dibiarkan atas nama tradisi. Tradisi siapa ? Mungkinkah orang-orang shalih meninggalkan kebiasaan dan warisan aneh seperti itu ?

Semoga kesalahan seperti ini tidak dipertahankan dan ditradisikan, tradisi yang baik memang perlu dipertahankan, adapun yang jelas-jelas keliru harus diganti dengan yang benar atau yang lebih baik.
Wallahu a’lam.

______________
[1] Fiqh al Islami wa Adillatuhu (2/5). 
[2] Al Mausu'ah Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (29/90). 
[3] At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur'an p. 89. 

Post a Comment

0 Comments