ERI CAHYADI DAN CCTV (MENELUSURI KERJA WALIKOTA SURABAYA)

Eri Cahyadi Dan CCTV (Menelusuri Kerja Walikota Surabaya)


PANTAU LAYANAN PUBLIK VIA CCTV, WALI KOTA ERI CAHYADI TEGUR PETUGAS MAIN HP HINGGA BERSANDAL JEPIT, Ketahuan nee!



Berbagai terobosan baru dilakukan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi demi memberikan yang terbaik bagi warganya. Yang terbaru, Wali Kota Eri kini bisa memantau semua pelayanan publik yang dilakukan oleh jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui monitor besar yang ada di ruang kerjanya. Terobosan baru itu sudah dimulai hari ini, Kamis (3/11/2022).

 

Sejak pagi, dia sibuk mempelototi satu persatu monitor di ruang kerjanya. Sebab, kini monitor besar yang berasal dari CCTV itu perlahan berganti ke kondisi terkini pelayanan publik yang ada di kantor kelurahan, kecamatan, semua Perangkat Daerah (PD) yang melakukan pelayanan publik, dan juga puskesmas se-Kota Surabaya. Monitor itu memang berasal dari CCTV yang dipasang di perkantoran tersebut.

 

Begitu melihat ada pelayanan publik yang masih antri dan ada salah satu petugas yang hanya main handphone, dia pun langsung menghubungi camat atau lurahnya untuk menegur petugas yang hanya main handphone itu. Bahkan, saat itu dia menemukan salah satu petugas yang bertugas di tempat pelayanan memakai sandal jepit. Dia pun memfoto dan mengirimkan ke grup Kepala PD dan memintanya untuk menegur staf tersebut.

 

“Inspektorat tolong turun periksa semua. Sudah saya sampaikan kepala dinas, lurah, camat kalau masih ada staf yang sandalan di kantor dalam pelayanan ke masyarakat yang aku sanksi sampean juga lho ya,” tegas Wali Kota Eri dalam grup tersebut.

 

Setelah mempelototi layar besar dan menegur sejumlah staf pemkot yang bertugas di tempat pelayanan, dia pun mengumpulkan sejumlah Kepala PD di ruang kerjanya. Ia pun meminta pelayanan publik itu diperbaiki dan tempat pelayanan publik diminta untuk segera direnovasi.

 

Pada kesempatan itu, Wali Kota Eri menjelaskan bahwa sudah sekitar tiga bulan lebih dirinya memberikan pembelajaran dan ilmu kepada para camat dan Kepala PD melalui program Sambat Nang Cak Eri. Dalam program tersebut, Wali Kota Eri memberikan berbagai solusi solutif atas semua permasalahan warga yang dikeluhkan. Berbagai langkah pun langsung dilakukan kala itu.

 

“Solusi solutif yang saya berikan, ilmu-ilmu yang saya berikan itu tinggal saya pantau sekarang. Jadi, saya berharap camat dan lurah itu bisa meniru apa yang saya lakukan dalam sambat. Setelah saya memberikan ilmu kepada mereka, maka mereka harus menindaklanjuti. Saya tidak ingin ada pelayanan yang tidak ada solusinya di kantor kelurahan, makanya akan saya lihat di ruangan saya ini,” kata dia.


 

Ia menegaskan bahwa layar monitor besar di ruang kerjanya itu akan merekam semua pelayanan publik yang dilakukan oleh jajaran Pemkot Surabaya, mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, PD yang melakukan pelayanan publik hingga seluruh puskesmas. Demi mensiasati supaya bisa tampil semuanya, maka setiap lima menit sekali, layar itu akan bergeser, sehingga semua pelayanan publik itu dapat terekam di monitor tersebut.

 

“Ini akan menjadi saksi dan butki yang tidak bisa dibohongi. Jadi, ke depan saya bisa memantau melalui CCTV, saya juga akan terus turun ke lapangan secara acak dan waktunya tidak mungkin ada yang tahu, dan juga saya bisa mendapatkan informasi dari warga, karena nomor handphone saya sudah disebar,” ujarnya.

 

Menurutnya, informasi ini penting untuk mengecek apakah berbagai program yang telah disepakati sudah bisa berjalan atau tidak. Ketika tidak bisa berjalan, berarti harus ditindaklanjuti dengan kontrak kinerja. “Jadi, kalau tidak mampu gantilah,” tegasnya.

 

Sebenarnya, lanjut dia, jajaran Pemkot Surabaya itu bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi warga Kota Surabaya. Namun, kadang kalau tidak dipantau dan diawasi, mereka cenderung bertindak seenaknya sendiri, dan itu tentu tidak boleh.

 

“Saya ini ingin membentuk sebuah sistem di pemkot, bukan karena wali kotanya, tapi sistemnya yang harus berjalan, dan ini demi umat semuanya. Apalagi, pegawai negeri ini kan digaji untuk kepentingan umat, bukan karena pemimpinnya, sehingga meskipun ganti kepemimpinan, tapi sistem itu terus berjalan,” imbuhnya.

 

Demi menciptakan sistem tersebut, ia mengaku harus tegas, sehingga apabila masih ada staf yang bertugas di pelayanan publik menggunakan sandal, kalau masih ada kantor seperti kadang pitik, kalau masih ada antrian di puskesmas, berarti yang salah adalah kepala puskesmasnya, camatnya, atau kepala dinasnya.

 

“Kenapa seperti itu? Karena saya sudah memberikan arahan kepada mereka, dan berarti mereka itu tidak mengarahkan hingga ke tingkat bawah, berarti yang salah ya pimpinannya itu,” kata dia.


Ia menegaskan bahwa layar monitor besar di ruang kerjanya itu akan merekam semua pelayanan publik yang dilakukan oleh jajaran Pemkot Surabaya, mulai dari tingkat kelurahan, kecamatan, PD yang melakukan pelayanan publik hingga seluruh puskesmas. Demi mensiasati supaya bisa tampil semuanya, maka setiap lima menit sekali, layar itu akan bergeser, sehingga semua pelayanan publik itu dapat terekam di monitor tersebut.

 

“Ini akan menjadi saksi dan butki yang tidak bisa dibohongi. Jadi, ke depan saya bisa memantau melalui CCTV, saya juga akan terus turun ke lapangan secara acak dan waktunya tidak mungkin ada yang tahu, dan juga saya bisa mendapatkan informasi dari warga, karena nomor handphone saya sudah disebar,” ujarnya.

 

Menurutnya, informasi ini penting untuk mengecek apakah berbagai program yang telah disepakati sudah bisa berjalan atau tidak. Ketika tidak bisa berjalan, berarti harus ditindaklanjuti dengan kontrak kinerja. “Jadi, kalau tidak mampu gantilah,” tegasnya.

 

Sebenarnya, lanjut dia, jajaran Pemkot Surabaya itu bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi warga Kota Surabaya. Namun, kadang kalau tidak dipantau dan diawasi, mereka cenderung bertindak seenaknya sendiri, dan itu tentu tidak boleh.

 

“Saya ini ingin membentuk sebuah sistem di pemkot, bukan karena wali kotanya, tapi sistemnya yang harus berjalan, dan ini demi umat semuanya. Apalagi, pegawai negeri ini kan digaji untuk kepentingan umat, bukan karena pemimpinnya, sehingga meskipun ganti kepemimpinan, tapi sistem itu terus berjalan,” imbuhnya.

 

Demi menciptakan sistem tersebut, ia mengaku harus tegas, sehingga apabila masih ada staf yang bertugas di pelayanan publik menggunakan sandal, kalau masih ada kantor seperti kadang pitik, kalau masih ada antrian di puskesmas, berarti yang salah adalah kepala puskesmasnya, camatnya, atau kepala dinasnya.

 

“Kenapa seperti itu? Karena saya sudah memberikan arahan kepada mereka, dan berarti mereka itu tidak mengarahkan hingga ke tingkat bawah, berarti yang salah ya pimpinannya itu,” kata dia.

 

Wali Kota Eri menambahkan bahwa semua ini harus dilakukan karena dia ingin semua pelayanan publik di Kota Surabaya, baik yang ada di kelurahan, kecamatan, dan dinas maupun di puskesmas, dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat Surabaya. Ketika itu bisa dilakukan, maka tidak ada lagi antrian lama, tidak ada lagi warga yang diping-pong, dan tidak ada lagi warga yang menunggu di tempat yang tidak nyaman.

 

“Nah, setelah semua sistem ini diubah dan diperbaiki, tapi masih ada masalah yang terus menerus, berarti yang salah itu adalah manusianya, sehingga solusinya adalah diganti, pejabatnya diganti,” pungkasnya. (*)



Sumber: surabaya.go.id

Post a Comment

0 Comments