In Beautiful Memory of
Her Majesty Queen Elizabeth II
Hari ini pagi-pagi sekali, adik perempuan saya di Surabaya dan Mami saya di Papua mengirim kabar, "Ratu Elizabeth meninggal." Kami bertiga sedih sekali, padahal belum pernah bertemu dengan Yang Mulia Ratu loh yah. Wajarlah sedih karena beliau adalah idola kami. Saya dan Mami mengidolakan Putri Diana dan Ratu Elizabeth II, padahal dua tokoh ini dikabarkan tidak harmonis. Ya wes lah, itu urusan pribadi mereka bukan urusan kami yang commoners ini. Adapun adik perempuan saya yang tidak mengecap era Putri Diana sangat mengidolakan sang ratu tanpa kata 'tapi'.
Sebagian besar orang dimuka bumi ini sedari lahir tahunya sang ratu Inggris, Ratu Elizabeth II, ketimbang nama pemimpin pertama negara mereka. Tidak mengherankan karena beliau adalah penguasa terlama di dunia.
Bukan karena beliau adalah ratu Inggris sehingga beliau dihormati melainkan komitmennya sebagai pemimpin, sehingga banyak warga negara lain berkata pada orang Inggris bahwa "your queen's decision is always right in any circumstances". Tidak semua keputusannya menyenangkan rakyat dan keluarganya tapi saat itu pilihan sang ratulah yang paling logis bagi keutuhan monarki.
Hal yang saya senangi dari beliau adalah kesediaan beliau belajar dari masa lalu, terutama bagi keluarganya. Dahulu ratu menentang hubungan adiknya, Putri Margareth, juga sepupunya, Pangeran William dari Glouceters, dengan rakyat jelata yang pernah menikah bahkan bercerai. Kedua orang ini berakhir tragis: Putri Margareth menikah dengan bangsawan lajang tapi bercerai karena ketidak-cocokan, sedangkan Pangeran William tewas dalam kecelakaan pesawat setelah mengunjungi kekasihnya. Belajar dari hal-hal ini, sang ratupun menerima Kate Middleton dan Megan Markle menjadi bagian dari keluarga kerajaan Inggris. Kedua cucu menantunya ini adalah commoners, bahkan, Meghan Markle berasal dari ras campuran dan pernah menikah. Sebelumnya, sang ratu juga merestui pernikahan Pangeran Charles dengan kekasihnya yang kini dikenal sebagai Duchess of Cornwall agar hubungan ini menjadi jelas dan sah dimata gereja. Contoh lainnya, jika dahulu ratu keberatan ketika Putri Diana berjabat tangan dengan penderita HIV/AIDS, dimasa setelahnya ratupun mengkoreksi sikapnya dengan berjabat tangan dengan penderita HIV/AIDS. Tidak ada kata terlambat untuk mengubah sikap menjadi lebih baik. Itulah yang ditunjukan oleh sang ratu.
Ratu Inggris adalah motor utama gerakan toleransi dan anti-rasis. Tidak perlu saya sebutkanlah contohnya, terlalu banyak. Beliau juga mengatur rumah tangga kerajaan sedemikian rupa sehingga membuat mereka tetap dihormati oleh seluruh dunia sekalipun banyak skandal menimpa mereka.
"Umur yang panjang dan rambut yang putih...."
Semua kenyataan pada ratu ini tentu mengingatkan saya dan adik saya pada banyak janji Tuhan dalam Alkitab pada umatNya tentang penyertaanNya. Status beliau sebagai wanita pun menjadi kekuatan dalam argumen-argumen saya bahwa wanita dan pria setara dalam kehidupan sosial.
"Ada nabiah Deborah, ada ratu Ester, ada ratu Elizabeth!"
Demikian argumen saya jika saya ingin menekankan kesetaraan pria dan wanita dalam kehidupan sosial dan gereja yang selama ini saya dukung. Sebagai penguasa wanita posisi beliau sangat penting sebab selain sebagai pemimpin politik ratu juga adalah pemimpin Gereja Inggris. Saya senang melihat kesetaraan wanita dan pria dalam gereja. Keteraturan dan hirarki dibentuk oleh posisi dalam organisasi bukan oleh jenis kelamin. Inilah yang diajarkan oleh ratu Inggris.
Era Elizabetan yang sangat panjang telah berakhir dan Inggris akan menyambut era baru yang namanya baru bisa diketahui setelah penerusnya memilih nama kerajaan sebagai nama resminya, tapi, tidak akan ada satupun warga Inggris yang akan melupakan wibawa dan kerja keras ratu dimasa pemerintahannya.
Her Majesty Queen Elizabeth II
Hari ini pagi-pagi sekali, adik perempuan saya di Surabaya dan Mami saya di Papua mengirim kabar, "Ratu Elizabeth meninggal." Kami bertiga sedih sekali, padahal belum pernah bertemu dengan Yang Mulia Ratu loh yah. Wajarlah sedih karena beliau adalah idola kami. Saya dan Mami mengidolakan Putri Diana dan Ratu Elizabeth II, padahal dua tokoh ini dikabarkan tidak harmonis. Ya wes lah, itu urusan pribadi mereka bukan urusan kami yang commoners ini. Adapun adik perempuan saya yang tidak mengecap era Putri Diana sangat mengidolakan sang ratu tanpa kata 'tapi'.
Sebagian besar orang dimuka bumi ini sedari lahir tahunya sang ratu Inggris, Ratu Elizabeth II, ketimbang nama pemimpin pertama negara mereka. Tidak mengherankan karena beliau adalah penguasa terlama di dunia.
Bukan karena beliau adalah ratu Inggris sehingga beliau dihormati melainkan komitmennya sebagai pemimpin, sehingga banyak warga negara lain berkata pada orang Inggris bahwa "your queen's decision is always right in any circumstances".
Hal yang saya senangi dari beliau adalah kesediaan beliau belajar dari masa lalu, terutama bagi keluarganya. Dahulu ratu menentang hubungan adiknya, Putri Margareth, juga sepupunya, Pangeran William dari Glouceters, dengan rakyat jelata yang pernah menikah bahkan bercerai. Kedua orang ini berakhir tragis: Putri Margareth menikah dengan bangsawan lajang tapi bercerai karena ketidak-cocokan
Ratu Inggris adalah motor utama gerakan toleransi dan anti-rasis. Tidak perlu saya sebutkanlah contohnya, terlalu banyak. Beliau juga mengatur rumah tangga kerajaan sedemikian rupa sehingga membuat mereka tetap dihormati oleh seluruh dunia sekalipun banyak skandal menimpa mereka.
"Umur yang panjang dan rambut yang putih...."
Semua kenyataan pada ratu ini tentu mengingatkan saya dan adik saya pada banyak janji Tuhan dalam Alkitab pada umatNya tentang penyertaanNya. Status beliau sebagai wanita pun menjadi kekuatan dalam argumen-argumen
"Ada nabiah Deborah, ada ratu Ester, ada ratu Elizabeth!"
Demikian argumen saya jika saya ingin menekankan kesetaraan pria dan wanita dalam kehidupan sosial dan gereja yang selama ini saya dukung. Sebagai penguasa wanita posisi beliau sangat penting sebab selain sebagai pemimpin politik ratu juga adalah pemimpin Gereja Inggris. Saya senang melihat kesetaraan wanita dan pria dalam gereja. Keteraturan dan hirarki dibentuk oleh posisi dalam organisasi bukan oleh jenis kelamin. Inilah yang diajarkan oleh ratu Inggris.
Era Elizabetan yang sangat panjang telah berakhir dan Inggris akan menyambut era baru yang namanya baru bisa diketahui setelah penerusnya memilih nama kerajaan sebagai nama resminya, tapi, tidak akan ada satupun warga Inggris yang akan melupakan wibawa dan kerja keras ratu dimasa pemerintahannya